Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi konflik internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader.
KH Abdul Wahab Chasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab Chasbullah --yang kemudian menjadi pendiri NU-- membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi tersebut yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH Wahab Chasbullah, "ulama besar" sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah.
Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta teladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut.
Gerakan ANO (yang kemudian disebut Gerakan Pemuda Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagai penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO atau GP Ansor sekarang (sumber: NU Online).
Di dalam Ansor ada anggota Banser yang diwajibkan mengikuti Diklatsar. Banser tidak digaji. Namun semangat mereka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya membuktikan rasa kecintaan yang tinggi pada tanah air. Siap berkorban jiwa dan raga demi negara Indonesia.
Sejarah berdirinya Banser (dikutip dari NU.or.id) sebelum resmi menjadi nama Banser, dalam catatan sejarah disebutkan cikal bakal Banser berawal dari dibentuknya Barisan Ansor Nahdlatul Ulama (BANU) yang diinisiasi oleh Gerakan Pemuda Ansor.
Pembentukan BANU kemudian mendapatkan respons secara positif. Hal itu dibuktikan pada Muktamar NU ke-15 di Surabaya, dimana NU saat itu mengesahkan AD/ART BANU, seragam, mars resmi Al-Iqdam, atribut-atribut, serta yang paling penting diperbolehkannya mereka memainkan terompet dan genderang.
Pendirian BANU merupakan respons terhadap kemunculan organisasi-organisasi kepanduan saat itu.