Supermarket yang saya datangi terlihat barang-barangnya banyak yang berkurang, rak-rak ada yang kosong atau minim kuantitasnya, terlihat juga para pekerja sibuk untuk terus isi barang sampai tidak kosong, tapi yang melegakan di bagian makanan, sayur, buah-buahan, dan daging, tidak terlihat adanya kekosongan. Setidaknya saya pilkir supply masih aman.
Menariknya adalah ketika ke kasir. Sudah diminta berjarak 1,5 meter antar manusia. Antar pelanggan. Tidak ada kontak fisik satu sama lain. Semua orang terlihat bawa semprotan antiseptic untuk troli belanja dan juga pakai sarung tangan medis selama di dalam supermarket. Cukup bikin saya gelisah dengan pemandangan yang berubah hanya dalam beberapa hari saja.
Hampir di semua kantor yang buka terlihat antrian yang mengular sampai luar, bukan karena ramai tapi memang sudah diberlakukan kebijakan 1 pelanggan 1 waktu. Jadi benar-benar masuknya satu – satu, meskipun kalau di bank tsb tellernya banyak misalnya. Begitu juga antrian di luar jarak satu dengan lainnya sudah 1,5 – 2 meter. Pemandangan yang cukup unik dan cukup bikin tegang sebenarnya.
Kalau seperti ini disebut karantina ya sepertinya ini karantina sukarela, tergantung tiap rumah tangga bagaimana menyikapi dan melakukannya sehari-hari.
Semua yang ikut repot ikut pusing dan ikut terbebani dengan adanya “lockdown” atau karantina semacam ini tapi semua juga mau turut andil dalam usaha mencoba menekan penderita COVID-19 baru, dengan harapan setidaknya dalam waktu dekat system kesehatan dan fasilitas rumah sakit tidak akan collapse dan semua pasien dapat terlayani dengan baik.
Ketika sudah mulai bosan dan kalut selama “karantina/lockdown” ini, keluarga kami sudah dua kali keluar rumah, tujuannya cari yang agak “jauh”, kita cari bukit atau hutan yang minim manusia. #socialdistancing kan berarti menjauhi manusia, tapi bukan berarti harus menjauhi alam, bahkan mungkin bisa dibilang saatnya makin lebih dekat dengan alam.
Saya bawa sepeda di mobil untuk anak-anak dan mereka bisa leluasa main di sana, saya dan istri juga menikmati cuaca yang sudah mulai menghangat dan cerahnya matahari. Meskpun akhirnya harus balik rumah untuk “karantina sukarela” lagi.
Jika tahapan ini bisa disebut lockdown, ya, berarti menurut saya Slovenia lockdown. Menyusul Denmark, Norwegia, Latvia, Ceko, lalu Austria dan Hungaria yang negara tetangga Slovenia juga ikut lockdown. Warga diimbau tinggal di rumah, sekolah ditutup, arus barang dan orang dibatasi, bandara ditutup total. Tidak lama kemudian menyusul Spanyol dan Perancis, ikut lockdown juga.
Pemerintah masing-masing negara segera menyiapkan aturan dan regulasi khusus untuk menunjang perekonomian tetap stabil, sekedar aturan untuk semua perusahaan harus tetap gaji karwayan sekian misalnya, atau penghapusan atau pemunduran bayar cicilan rumah atau hutang lain misalnya.