Mohon tunggu...
M Hasbi A.s
M Hasbi A.s Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Cerpenis saja ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meskipun Kau Berlindung

14 Agustus 2012   10:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:47 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bukan hanya dokter-dokter spesialis yang kudatangi. Beberapa pengobatan alternatif saran dari teman-teman juga telah kuketuk pintu rumahnya. Namun jawaban mereka selalu sama. Sama menyebalkannya dengan istriku. “Yang sabar ya, Pak. Kita berdoa’a bersama-sama.”

Enam bulan aku pontang-panting mencari jalan keluar. Baik itu dana maupun tempat-tempat pengobatan yang bisa membantu menyembuhkan penyakit adikku. Hingga suatu ketika aku mendengar nama Mbah Brewok disebut waktu aku menggerutu tentang betapa menyedihkannya nasibku belakangan.

“Iya, Pak, Mbah Brewok itu reputasinya dikenal sampai kemana-mana. Coba bapak ke sana. Siapa tahu jodoh.” Lalu Udin, penjual nasi goreng keliling itu memberikan ciri-ciri tempat tinggal laki-laki tua yang ia sebut-sebut sebagai Mbah Brewok itu. Esoknya sepulang kerja aku langsung tancap gas mencari alamat Mbah Brewok.

*

Laki-laki itu berusia ujung tujuh puluh. Jambangnya putih dan tampak mencolok dari penampilannya yang biasa-biasa saja. Mungkin itu yang membuatnya disebut sebagai Mbah Brewok. Meskipun sudah setua itu, tegap tubuh dan gelegar suaranya tak kusut dimakan masa. Ia juga senang bergurau. Di usianya yang hampir menginjak delapan puluh, ia mengaku memiliki tujuh orang istri.

“Tapi sekarang ya tinggal Jum ini,” katanya sambil berkelakar.

Entah untuk apa istri sebanyak itu. Mungkin untuk memperkuat ilmunya.

Pukul enam sore saat matahari sudah hampir sepenuhnya tenggelam di langit Barat, aku akhirnya berhasil mencapai kediaman si Mbah.

Kata orang-orang, juga sebagian kudengar langsung dari mulut si Mbah, ia pernah menangani banyak pasien. Ada yang tiga tahun stroke hingga tak bisa berbicara, berjalan, atau melakukan aktifitas lainnya, tiga hari ditangani Mbah, ia sudah mengalami perkembangan yang luar biasa. Ada wanita yang sakit (aku sedikit tidak mengerti istilah sakit ini karena Mbah sering menggunakan bahasa Jawa yang aku tidak terlalu paham) sampai perutnya membuncit seperti orang hamil dua belas bulan. Ditangani Mbah, perutnya berangsur mengempis. Itu bukan sakit biasa.

“Sudah diambil bapaknya,” kata Mbah disela Dji Sam Soe yang disulutnya. Bulu kudukku meremang.

Mbah ini juga yang menyarankan sebuah perusahaan angkutan antar kota untuk berganti nama karena akhir-akhir ini armada bus dengan nama itu sering kecelakaan dan memakan korban jiwa. Menurut keterangan yang kudapat dari si Mbah, perusahaan itu berlatar kerja sama dengan Sri Dewi (aku lupa namanya) yang ada di gunung daerah Selatan sana. Korban-korban jiwa itulah bentuk kerja samanya. Aku tak habis pikir tega-teganya manusia menukar nyawa dengan keuntungan beberapa ribu rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun