Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Jarak Kedekatan Emosi di Tempat Kerja

30 Januari 2014   06:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:20 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DI MANAPUN di dunia, termasuk juga di Australia dan Indonesia, jatuh cinta dengan rekan kerja bisa dikatakan lumrah. Karena setiap hari ketemu dan berada di lingkungan sama untuk waktu cukup lama. Kemungkinan untuk saling tertarik dan jatuh cinta amat besar. Tidak saja bagi yang masih single, namun juga bagi orang yang sudah berumah-tanggga pun bisa saling jatuh cinta.

Hubungan emosi di tempat kerja, punya resiko dan keuntungan. Keuntungannya tentu saja adalah dalam kemudahan membina hubungan itu. Sambil kerja bisa mencuri-curi waktu menyirami benih cinta. Mengirit banyak beaya untuk sekedar wakuncar atau wajib kunjung pacar. Dengan ketemu setiap hari, memungkinkan bisa mengenal lebih baik pribadi masing-masing. Kerugiannya yang paling dirasakan adalah pengaruhnya terhadap produktifitas kerja. Jatuh cinta adalah masalah emosi yang cukup pelik yang bisa mempengaruhi mood kerja seseorang.

Jatuh cinta sama teman sekerja, baik gagal atau suksesnya hubungan tersebut keduanya sama-sama beresiko terhadap etika kerja di kantor. Jika hubungan berhasil dibina dengan sukses, sedikit banyak akan mempengaruhi sikap kerja pada masing-masing yang terlibat. Apalagi jika keduanya punya jabatan dalam hierarki beda. Perintah kerja bisa jalan setengah hati. Jika hubungan tersebut gagal, resiko akan makin parah. Tergantung kedewasaan masing-masing. Bayangkan jika harus melihat orang yang menolak cinta itu setiap hari. Apalagi jika seluruh kantor tahu kasusnya. Sebuah keadaan emosi yang serba tidak enak.

Hubungan Heteroseksual

Oleh karena itulah, ada beberapa perusahaan yang menyarankan agar tidak terjadi hubungan pribadi di antara para karyawannya. Perusahaan tidak melarang tapi tidak menyarankan hal tersebut terjadi. Jatuh cinta memang tidak bisa direncanakan. Tapi untuk secara terang-terangan mengekspresikan rasa cinta bisa dikendalikan.

Di perusahaan yang menyarankan untuk tidak membina hubungan yang sifatnya pribadi di tempat kerja memang amat bermanfaat bagi moralitas karyawan. Karyawan yang menghendaki diperlakukan setara dan tidak pilih kasih bisa merasa yakin bahwa faktor tersebut bisa tereliminir dengan tanpa adanya keterlibatan emosi cinta antarkaryawan.

Penulis pernah bekerja di perusahaan yang dalam buku pegangan karyawannya (employee handbook) menggariskan ketidak-etisan membina hubungan pribadi antarkaryawan di tempat kerja. Nampaknya aturan itu berjalan cukup baik. Cukup baik dalam arti bahwa para karyawan tidak secara terang-terangan menampakkan bahwa mereka saling jatuh cinta.

Ketahuannya bahwa karyawan saling menjalin cinta, karena setelah bekerja beberapa tahun mengikuti kehidupan mereka. Ternyata banyak juga karyawan yang membina hubungan pribadi di luar kerja secara diam-diam. Bahkan diantara mereka melanjutkan ke jenjang perkawinan. Selama mereka membina hubungan di tempat kerja, jarang ada karyawan lain yang tahu bahwa mereka saling jatuh cinta dan membina hubungan pribadi tersebut di luar kerja. Hanya beberapa karyawan saja yang tahu. Itupun lebih bersifat desas-desus. Semacam ada asap pasti ada api.

Jika karyawan saling jatuh cinta dan meningkat ke hubungan yang lebih serius, maka biasanya salah satu dari mereka keluar dari perusahaan. Barulah kenyataan itu terungkap. Kemudian semua merasa lega dan surprise. Tidak disangka bahwa si A ternyata telah jatuh cinta sama si B. Sebuah berita menggembirakan dan menjadi obrolan hangat di kantor. Ketika undangan perkawinan datang, mereka ramai-ramai hadir dan tertawa cekikan.

Hubungan Homoseksual

Namun ada juga kasus yang sedikit beda. Peraturan perusahaan tentang hubungan pribadi tersebut sebagian besar mengira diperuntukkan bagi pasangan heteroseksual. Tidak berpikir tentang hubungan pribadi bisa terjadi antarkaryawan berjenis kelamin sama. Hubungan pribadi antara pasangan sejenis amat susah dideteksi. Tapi punya dampak sama sebagaimana pasangan heteroseksual.

Pernah ada kasus seorang karyawati membina hubungan pribadi dengan karyawati lainnya. Banyak karyawan tidak mengira kalau mereka adalah lesbian karena penampilan mereka tidak tomboy atau menunjukkan maskulinitas. Memang satu karyawati suka main bola, itu saja sinyal lemah yang teraba.

Kemana-mana mereka berdua selalu terlihat bersama-sama. Tidak banyak karyawan yang curiga atau menaruh perhatian khusus pada tingkah laku mereka berdua. Karyawan lain mengira bahwa pasangan itu sebagai kawan karib saja. Tapi lama kelamaan akhirnya ketahuan juga dari gosip sana-sini. Namun anehnya, banyak yang tidak peduli dengan kenyataan itu. Hubungan pribadi heteroseksual di tempat kerja biasanya akan segera menarik perhatian dan mengundang kritik dan desas-desus. Tapi ternyata tidak demikian halnya dengan hubungan pribadi sejenis.

Hubungan sejenis antar karyawati tersebut berlangsung tanpa ada gangguan. Bahkan beberapa karyawan malah mendukung hubungan itu. Sebuah hubungan emosi yang cukup langka terjadi. Kelangkaan ini seolah menjadi kasus tersendiri. Seolah dikecualikan dalam peraturan perusahaan.

Sampai kemudian hubungan mereka mengalami keretakan. Alasan terjadinya keretakan tersebut menurut desas-desus, karena faktor kecemburuan. Salah seorang karyawati tersebut dikabarkan amat pencemburu sehingga membuat pasangannya merasa terusik. Setelah mereka menyatakan saling putus hubungan, kasus hubungan personal yang dulunya dihiraukan kini justru berdampak amat tak mengenakkan bagi karyawan se departemen.

Pasangan lesbian tersebut ternyata jadi tidak bisa akur. Mereka menghindari satu sama lain. Sering tidak masuk kerja dan diasumsikan karena alasan saling tidak enak di hati itu. Retaknya hubungan sejenis karyawati tersebut makin menjadi-jadi hingga menjadi duri dalam daging terhadap departemen tempat mereka kerja. Kepala departemen sampai memanggil keduanya dan menasehati agar hubungan pribadi tersebut tetap disimpan sebagai masalah pribadi dan jangan sampai mengganggu kelancaran kerja perusahaan.

Setelah beberapa minggu, akhirnya si karyawati pencemburu tersebut mengundurkan diri dari perusahaan. Para karyawan merasa sedikit lega dan mulai kembali ke rutinitas keseharian mereka. Tapi ternyata masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Si Karyawati yang sudah keluar tersebut sering menelpon ke perusahaan dan ingin bicara dengan karyawati bekas pacarnya. Di dalam telpon kadang karyawati tersebut sambil menangis. Ia telah telpon ke mobile phone tapi tak pernah diangkat, maka ia nelpon ke kantor, begitu alasannya.

Pada suatu hari perusahaan menerima kiriman rangkaian bunga segar yang dialamatkan ke karyawati lesbian tersebut. Rangkaian bunganya cukup besar. Kami semua geleng-geleng kepala. Karyawati tersebut tak mau mengambil rangkaian bunga yang dikirim pasangannya tersebut dan akhirnya dibiarkan di ruang umum penerima tamu hingga layu. Rangkaian bunga tersebut dikirimkan sebagai tanda untuk minta maaf, begitu ceritanya. Namun sepertinya sudah tiada maaf bagi pengirim.

Setelah dikirimi rangkaian bunga tersebut, karyawati yang masih bertahan di perusahaan akhirnya menyatakan diri keluar juga dari perusahaan karena ia telah menjadi sorotan banyak orang dan membuatnya tidak kepenak. Ia tidak bisa bekerja dengan tenang lagi. Selesailah urusan emosi antar karyawati tersebut di dalam perusahaan. Sebuah kasus yang amat menyita perhatian hampir semua karyawan, tidak saja sesama departemen tapi juga departemen lain.

Hubungan Beda Hierarki

Hubungan pribadi beda kedudukan dalam hierarki perusahaan amat beresiko akan terjadinya penyelewengan kewenangan. Hubungan beda kedudukan amat disorot di Australia. Karena berpotensi merusak etika kerja perusahaan. Memang tidak semua jenis hubungan beda hierarki berakibat negatif. Tergantung masing-masing pribadi pelakunya.

Namun tidak dipungkiri bahwa atasan punya kekuasaan yang bisa diselewengkan karena faktor emosional. Jika seorang atasan menaruh hati pada bawahannya, ada kecenderungan kekuasaan tersebut akan digunakan untuk mempengaruhi kejiwaan bawahan. Sehingga bisa saja bawahan enggan menolak rayuan atasan karena faktor kewenangan ini. Bawahan takut jika karier kerjanya terpengaruh. Kadang bawahan juga berharap mendapatkan sesuatu dari atasannya dalam meladeni rayuannya.

Hubungan atasan dan bawahan dipandang amat tidak etis di Australia secara umum. Sebuah hubungan yang dinilai tidak murni. Bahkan dinilai negatif. Hubungan yang memanfaatkan faktor kedudukan untuk tujuan pribadi. Atau memanfaatkan hubungan pribadi untuk memperoleh kedudukan dari sisi karyawan bawahannya.

Hubungan beda hierarki ini bisa dijumpai di banyak bidang kerja. Dokter dengan pasien, psikiater dengan pasien, pesakitan dengan hakim dan lain-lain. Dosen membina hubungan dengan mahasiswanya juga dianggap tidak etis. Hubungan pribadi karena faktor keberadaan hierarki selalu mengundang cibiran dan dipertanyakan tujuan maksud baiknya.

Batas Kedekatan

Orang harus pandai-pandai menjaga jarak emosi di tempat kerja. Tidak saja dalam masalah hubungan emosi karena saling jatuh cinta, tapi juga kedekatan emosi lainnya. Jika kedekatan emosi itu terjadi pada karyawan setingkat dalam hierarki perusahaan, barangkali dampaknya tidak terlalu terasa. Hubungan kedekatan antarkaryawan satu level akan menjadi masalah ketika mereka berkompetisi meniti karier secara tidak fair dan terbuka. Tidak jarang hubungan emosi karyawan selevel memburuk ketika mereka saling menjatuhkan karena persaingan memperoleh kedudukan. Semula mereka sebagai teman, menjadi musuh saat memperebutkan kedudukan. Jika mereka tidak bersikap saling dewasa, konflik pribadi menjadi urusan perusahaan karena mempengaruhi etika kerja mereka dan karyawan lainnya.

Budaya yang demokratis di Australia, tidak menghalangi seorang atasan untuk berbaur dengan rekan-rekan sekerja di luar tempat kerja. Budaya egaliter memungkinkan orang untuk berbaur tanpa gap di ranah sosial. Tapi jika hubungan menjadi terlalu personal, meski dilakukan di luar tempat kerja, efeknya bisa di luar pemikiran. Karena kedekatan pribadi, mereka menjelek-jelekan satu sama lain dengan mengungkap masalah-masalah pribadi masing-masing.

Kedekatan antara atasan dan anak buah kadang juga bisa menjadi buah simalakama jika tidak disikapi dengan hati-hati. Seorang atasan karena hubungan dekat dengan anak buahnya, mereka sering keluar bersama dalam berbagai acara. Bahkan saling kunjung ke rumah masing-masing dan dilanjut dengan makan malam bersama sesama keluarga. Kedekatan yang semula bermaksud baik ini ternyata tidak selalu berakhir dengan kebaikan jika batas-batas kedekatan itu tidak dikelola dengan baik.

Lama kelamaan si bawahan bisa mengharap lebih. Misalnya, mohon kelancaran karier atau minta jenis pekerjaan yang lebih enak dan basah. Meski hubungan tetap dibina secara profesional di tempat kerja, tapi emosi manusia memang tak teraba. Sedikit banyak kedekatan emosi tersebut mempengaruhi sudut pandang dan penilaian orang. Karier dihubungkan dengan jenis makan malam yang disediakan, jenis hadiah yang telah diberi, jenis jasa yang dikorbankan sebagainya. Karier tidak lagi melulu dihubungkan dengan prestasi kerja atau hasil keputusan-keputusan lain yang lebih obyektif. Bahkan karyawan bisa minta ijin tidak masuk kerja seenaknya atau kerja semaunya karena merasa punya hubungan dekat dengan atasannya. Merasa telah melakukan kebaikan dan menyenangkan atasannya meskipun hubungan kedekatan itu dilakukan di luar tempat kerja.

Batas antara hubungan profesional di tempat kerja dan batas hubungan pribadi tidak semua orang bisa membedakan dengan baik. Hubungan baik di luar tempat kerja adalah lain ketika di tempat kerja. Hubungan profesional dan hubungan pribadi harus tetap ditarik garis pemisahnya.

Sexual Harrasment

Kedekatan lawan jenis meski tanpa cinta juga amat potensial mengundang masalah. Seorang karyawati baru perusahaan kelihatan amat ramah dan supel di mata karyawan lama. Karyawati yang masih berstatus mahasiswi itu amat ekspresif dengan emosinya. Suka ngomong dan ngobrol macam-macam. Pribadinya juga hangat. Tak segan-segan ia merangkul karyawan dan karyawati lain jika ia merasa senang, terharu atau sekedar menunjukkan simpatinya.

Karyawati tersebut statusnya masih sebagai pekerja casual (tidak tetap/paruh waktu) dan cuma bekerja dua hingga empat hari saja dalam seminggunya (karyawan full time kerja lima hari) tergantung kebutuhan tenaga dari perusahaan. Setelah beberapa hari nggak masuk, pagi itu karyawati tersebut dijadwal masuk pagi dan ketemu karyawan lain.

Karyawati tersebut nampak senang sekali karena lama nggak ketemu karyawan tersebut meski cuma beberapa hari. Setelah saling kasih salam dan tanya kabar masing-masing, karyawati tersebut memeluk karyawan teman kerjanya dan saling tempel pipi. Pelukan yang nampak wajar dilakukan di Australia. Tidak ada yang aneh dan mengundang tanya. Begitulah cara orang Australia dalam mengekspresikan keakraban mereka.

Tapi setelah beberapa bulan bekerja, nampaknya sikap karyawati tersebut jadi berubah. Ia kini merasa risih jika ada orang yang memeluknya saat ketemu. Termasuk dengan karyawan yang dijumpai beberapa bulan lalu di suatu pagi.

Pagi itu suasana kerja seperti biasa. Karyawati itu dijadwal kerja pagi hari. Dan pagi itu ia ketemu lagi dengan karyawan yang dulu pernah ia tempeli pipi. Kejadian serupa terjadi. Setelah saling kasih salam dan tanya kabar, si karyawan menempelkan pipinya ke pipi karyawati. Seolah tidak terjadi apa-apa. Bedanya, saat itu ada orang ketiga, yakni karyawan lain yang melihat kejadian itu. Sebenarnya bagi pihak ketiga ini juga tidak masalah kalau saja ia tidak melihat ekspresi karyawati itu begitu berpapasan dengannya. Karyawan ketiga ini melihat sesuatu yang tidak beres.

Tanpa tanya sana-sini, karyawan pihak ketiga ini memberitahukan apa yang dilihatnya itu ke Human Resource Manager (HRM). Tidak lama, si karyawati dipanggil dan ditanyai oleh HRM secara pribadi. Di dalam kantor HRM cewek tersebut menangis. Alasan kenapa menangis jadi pertanyaan. Bisa saja karena ia merasa tidak kepenak karena berurusan dengan HRM dan berarti akan mempengaruhi kariernya. Mungkin saja tidak atau sedikit saja ada hubungannya karena ia ditempeli pipi.

Namun oleh perusahaan sudah dianggap sebagai sexual harrasment karena tempelan pipi itu dianggap sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Akhirnya karyawan tersebut dipecat. Sexual harrasment adalah tindak pelanggaran di tempat kerja yang dikategorikan amat serius di Australia yang ketat dengan undang-undang perlindungan buruhnya. Sanksinya bisa dikeluarkan dari tempat kerja saat itu juga (instant dismissal). Tidak pandang bulu, siapa pun pelakunya. General Manager pun bisa ditendang keluar dari perusahaan jika terbukti telah melakukan tindak pelecehan seksual.

Penutup

Banyak orang tidak sadar bahwa hubungan kedekatan emosi di tempat kerja sebenarnya jauh lebih rumit bila belum lama tinggal di Australia. Karena hukum-hukum di tempat kerja amat kompleks. Hukum perburuhan di Australia menjamin semua karyawan diperlakukan dengan adil dan setara. Diskriminasi berdasar umur, jenis kelamin, orientasi seksual, tinggi tubuh, postur tubuh, adat dan budaya amat dilarang. Jika terbukti melakukan pelanggaran, sanksinya cukup mahal bagi perusahaan. Bisa puluhan ribu dollar. Seksual harrasment hanya satu sisi saja dalam perundangan perburuhan di Australia yang melindungi pekerja.

Pemecatan karyawan juga tidak bisa gampang saja dilakukan oleh perusahaan. Terutama bagi karyawan yang telah melampaui masa percobaan selama tiga bulan. Jika karyawan telah lewat masa percobaan (probation period), maka karyawan dilindungi secara penuh oleh hukum. Pemberhentian kerja yang tanpa mempertimbangkan segi hukum bisa berakibat runyam bagi perusahaan. Perusahaan tidak bisa berlaku semena-mena pada karyawannya. Tidak gampang bagi perusahaan di Australia untuk memecat atau mengeluarkan karyawannya tanpa alasan jelas berdasar hukum. Prosesnya amat rumit dan kadang perlu waktu panjang.

Untuk itulah, sebagian besar perusahaan akan menerbitkan buku pegangan wajib bagi karyawan barunya yang mengatur tata cara dan aturan kerja di perusahaan. Kewajiban dan sanksi bagi karyawan dipastikan dimengerti oleh karyawan baru sebelum akhirnya kontrak kerja ditanda-tangani.*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun