Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pilihlah Aku, Jangan Lainnya

23 Maret 2014   13:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:36 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu bukan aku, tapi tanganku" kata Purwoko. Budi pun melepaskan tangan Purwoko. Lalu megang pundaknya.

"Itu bukan aku, tapi pundakku," kata Purwoko lagi. Budi nampak kesal.

"Terus yang mana?"

"Ya, terserah. Pokoknya pegang aku kalau bisa," jawab Purwoko. Budi pun berjalan ke belakang si Purwoko dan menyentuh kaki belakang Purwoko dengan kakinya.

"Itu bukan aku, tapi kakiku," kata Purwoko.

Budi tiba-tiba dengan keras menyepak pantat Purwoko membuatnya sempoyongan dan meringis memegang pantatnya. Anak-anak tertawa tergelak.

"Aku nggak nendang kamu lho. Yang kutendang bokongmu," gelak si Budi sambil juga tergelak.

Betapa gurauan anak-anak itu sebenarnya menyiratkan pertanyaan yang fundamental bagi manusia. Pencarian jadi diri tentang "aku" tak akan pernah selesai bagi manusia. Usaha menemukan "Aku" mungkin akan terus menggelutinya hingga mati. Mungkin tak akan pernah diketemukan.

Hanya manusialah yang mempertanyakan dirinya. Hanya mahluk yang bisa berkomtemplasi mencoba mencari dirinya sendiri. Kesadaran tentang "Aku" bagi manusia memberi pertanyaan dan jawaban-jawaban abstrak yang mungkin manusia itu sendiri yang tahu lewat kedalaman, penghayatan dan pengalaman psikologisnya.

Kesadaran tentang "Aku" bagi manusia dewasa tak sesederhana sebagaimana anak kecil dalam bermain jumpritan di atas. Kesederhanaan berpikir anak-anak dalam mempertanyakan "Aku" diselipkan dalam sebuah permainan dan diselingi gelak tawa.

Manusia dewasa dalam waktu-waktu tertentu dengan kesadarannya mempertanyakan "Aku"-nya dan bergelut dengan refleksi dirinya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan menukik ke kedalaman hati dan pikiran pribadi masing-masing. Jawaban yang diperoleh tergantung dari kesadaran dalam menjalani hidupnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun