Lalu kita sama-sama melambaikan tangan seraya tersenyum (karena perpisahan sebenarnya tidak layak kita tangisi).
Kedua, kucing-kucing memanglah benar-benar makhluk yang peka. Jika aku berbaring sambil memikirkan sesuatu, ia akan datang mengelus-ngeluskan kepalanya dan tidur di atas perutku. Seolah-olah ia memang tahu bahwa aku sedang butuh ia ada di situ.
Jika aku sedang merenung di atas tangga, maka ia juga lah yang akan menghampiri yang walaupun tanpa mengatakan apa-apa aku tahu aku sedang dipedulikan (oleh seekor kucing). Dan perasaan diperhatikan dan dipedulikan itu rasanya memanglah teramat mewah.
Aku pernah sedang sendirian di sebuah ruangan. Sendirian pada dasarnya adalah makanan pokok yang sering kali kuagung-agungkan pada sesiapa dan yang sebenarnya juga malu-malu kuakui bahwa sendirian itu rentan mengundang perasaan kesepian yang akut. Lalu beberapa anak-anak datang dengan senyum sumringah--tanpa kuundang.Â
Ya Tuhan, senyum itu benar-benar untukku (ucapku dalam hati). Di tengah-tengah gelombang perasaan kesepian itu, ia seperti bahtera Nuh--penyelamat orang-orang yang hampir tenggelam. Dan setelahnya aku tahu bahwa aku bisa melakukan apa saja hanya karena dan untuk senyuman-senyuman itu.Â
ku tentu harus membayar senyuman-senyuman yang tulus itu dengan sesuatu yang sepadan (walaupun sebenarnya tidak akan pernah ada yang sepadan dengan itu).
Aku menemukan persamaan antara anak-anak dan kucing-kucing itu (jangan artikan ini dalam sudut pandang negatif!). Keduanya sama-sama adalah makhluk yang dibekali dengan kepekaan yang luar biasa dan sama-sama bisa diajak bicara--sebenar-benarnya bicara--tanpa kata-kata.
Orang-orang dewasa teramat rentan tenggelam dalam kata-katanya sendiri. Sering kali karena ia merasa telah memiliki kata-kata, maka ia sewaktu-waktu menggunakan kata-kata itu sebagai tameng, pedang, topeng, dan bahkan sebagai racun bagi satu sama lain.
Aku tidak tahu apakah kalian pernah merasakan ini...
Aku pernah meyakini sesuatu hal, lalu bercerita kepada orang-orang tentang sesuatu hal yang aku yakini itu. Kemudian tepat setelahnya aku didera perasaan yang teramat menggelisahkan bahwa yang selama ini aku yakini itu aku malah sedang meragukannya tepat setelah bicara tentangnya.Â
Oh Tuhan, kata-kata ternyata juga punya kekuatan yang luar biasa untuk membuat kita meragukan banyak hal, termasuk diri kita sendiri. (Ataukah kata-kata pada dasarnya memang diciptakan salah satunya adalah untuk membuat diri kita meragukan segala hal?)