Namun, salah satu anak menanggapi kegiatan yang saya selenggarakan tersebut dengan bertanya, "Tidak sayangkah dengan bahannya, Mbak?" Saya, siswa tersebut dan siswa-siswa lainnya sadar betul bahwa setelah kegiatan semua bahan tersebut akan menjadi sampah. Sementara ada banyak orang mati-matian memperoleh bahan-bahan tersebut untuk bertahan hidup.
Merasa terganggu yakni ketika pada suatu kali ada anak-anak yang sedang mengerjakan prakarya, memenuhi tugas dari guru sekolah mereka di TBM yang tersedia setidaknya alat dan bahan yang mereka butuhkan serta tempatnya relatif mereka sukai, sebab saya tidak memarahi mereka jika barang-barang berserakan. Selama mengerjakan prakarya tersebut, saya perhatikan mereka 'ngedumeh' ini itu. Bahwa tugasnya tidak jelaslah, bahwa tugasnya tidak pentinglah, bahwa guru terlalu membuat repot siswanyalah dan sebagainya.
Lalu, saya bertanya tentang apa yang mereka kerjakan itu.
Mereka menjawab itu adalah tugas prakarya sekolah.
Terus saya tanya lagi, "Pentingnya tugas itu untuk apa sih?"
Seolah sudah menunggu-tunggu untuk ditanya demikian salah satu dari mereka menjawab, "Entahlah." Ditambah dengan embel-embel lain yang dijelaskan ngebut seperti jalannya kereta.
Terus saya tanggapi, "Ya, kalau tidak penting, tidak usah dikerjakanlah. Buat apa menghabiskan waktu."
Supaya lebih dramatis, saya menambahkan, "Lebih enakan main kok."
Mendengar saya berkata demikian, mereka lantas berkata, "Trus nanti kami gak akan dapat nilai donk."
Saya jawab lagi, "Lagian apa pentingnya nilai sih?"
Mereka jawab, "Ya, biar kami pinter trus biar kami lulus sekolah trus biar kami.... Ok, ini penting. Kami paham maksudnya apa, Mbak."