Waktu itu
Aku hanya hendak menghapus air matamu di salah satu sudut cafe kota Bandung.
Karena itu kubawakan sehelai tisu.
Kota ini sudah cukup basah karena hujan datang berturut-turut selama seminggu.
Tetapi,
Yang kamu inginkan aku menghapus sedihmu.
Sungguh sayang,
Karena seberapa banyak pun helai tisu kuberi, itu tidak akan mampu menghapus kenyataan bahwa kamu bersedih hari itu.
Kamu bertanya bagaimana cara melupakannya.
Aku ingin mengatakan:
Bukankah aku pernah mengajukan pertanyaan yang serupa kepadamu tentang bagaimana cara aku melupakanmu?
Tetapi,
Ini sudah bulan ketiga dan aku masih menunggu kamu usai menguras bak air matamu itu.
Tetapi,
Ini sudah bulan ketiga dan kamu tidak juga mengerti bahwa:
Apa yang sungguh-sungguh bisa kita lupakan sebenarnya?
Tidakkah sesuatu yang ingin dilupakan itu umpama kapal
yang tadinya sedang berlayar ke pikiranmu, lalu dengan sengaja kamu membuatnya karam?
Dia mungkin bisa saja menghilang sebab dalam pikiranmu siapa yang tahu,
Tetapi yang tak terlihat bukan berarti tidak ada bukan?
Tahukah kamu, di kedalaman tertentu yang tidak pernah kamu sadari,
Dia dengan sabar menunggu
Sesuatu menariknya kembali ke permukaan.
Dan kapal yang kembali ke permukaan itu membuatku membawakanmu sehelai tisu.
Jika kamu adalah aku, apa yang akan kamu lakukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H