Aku mengangguk saja. Sementara itu pelayan sampai di meja kami untuk mengantarkan santap malam. Pembicaraan berhenti sejenak.
“Ya, inilah yang dinamakan cinta.”
“Suatu saat nanti kau juga pasti akan merasakannya.”
“Maukah kamu mengizinkan aku menikah dengan ibumu?”
Tampaknya aku menjatuhkan sesuatu ke lantai. Ternyata dompetku yang berwarna hijau daun yang merupakan hadiah ulang tahunku yang ketujuh belas dari ibu.
“Ibu tidak akan memaksamu untuk harus setuju.”
“Bagaimanapun ibu akan menghargai keputusan yang akan kamu buat.”
Sepertinya ibu menyadari kekikukanku saat itu.
“Ya, aku hanya tidak menyangka bahwa orang itu adalah guru BKku di sekolah.”
Aku memaksakan diri tersenyum pada ibu. (*)