Sengatan terik matahari pukul 13:00 siang tak sedikitpun menyurutkan semangat para masyarakat Ponorogo yang sudah berkumpul di sekitar perempatan Pasarpon, Ponorogo, Jawa Timur.
Polisi dan petugas dari Dinas Perhubungan sibuk dengan tugasnya, mengatur arus lalu lintas yang sudah mulai macet. Ibarat semut yang mengerubuti gula, ribuan orang berkumpul memadati pinggiran jalan protokol dari arah Makam Bathoro Katong menuju Pendopo Alun-alun Ponorogo.
Sementara, yang ditunggu-tunggu belum juga sedikit pun menampakan tanda-tanda akan segera mulai, namun masyarakat sudah mulai sesak memadati pinggiran jalan protokol seolah tak menghiraukan panasnya matahari yang membakar kulit. Adalah prosesi "Kirab Pusaka" yang mereka tunggu, hingga rela berpanas-panasan.
Berjumlah tiga pusaka yang masing-masing adalah Pusaka Sabuk Cinde Puspito, Pusaka Payung Songsong Tunggul Wulung dan Pusaka Tombak Tunggul Nogo, yang merupakan pusaka yang dipakai oleh Raden Bathoro Katong untuk berdakwah mensyiarkan agama Islam di Ponorogo lebih dari 500 tahun silam.
Terbukti dengan antusiasme masyarakat Ponorogo yang menyaksikan kirab budaya yang digelar sore hari kemarin seolah membantah dan justru berbanding terbalik dengan apa yang selama ini sudah menjadi opini publik namun terasa terkesan kurang objektif.
Sedangkan bagi sebagian besar masyarakat Ponorogo sendiri yang notabene adalah masyarakat Jawa, agama dan budaya adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa untuk ditinggaklan. Agama adalah alat bagaimana manusia hidup sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan budaya adalah alat bagaimana manusia hidup sebagai makhluk sosial.
Setelah 2 jam menunggu, akhirnya terdengar juga sirine polisi dari arah gapura makam Bathoro Katong, Â pertanda bahwa rombongan peserta Kirab Pusaka sudah mulai berjalan, 2 polwan cantik yang terlihat begitu anggun meski mengendarai motor trail, berada di garis depan pengawalan untuk membuka jalan.
Setelah pasukan pembawa pusaka, rombongan disusul oleh para pasukan wanita berkuda yang mengawal seorang putri berhiaskan bulu merak disisi kanan dan kiri, yang sangat anggun dan cantik jelita.
Terlihat juga Direktur Bank Jatim Cabang Ponorogo serta Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo dan masih banyak lagi pejabat-pejabat pemerintahan lainnya serta juara satu pemilihan duta wisata kakang senduk kabupaten Ponorogo.
Dalam sisi lain, terselenggaranya kirab pusaka seperti ini, selain merupakan sebuah bentuk pelestarian budaya, agar generasi sekarang mengetahui bagaimana cikal bakal Ponorogo, dan bagaimana Islam berkembang di Ponorogo, Namun moment ini merupakan sebuah kesempatan.
Kesempatan bagi para pejabat, pemimpin, tokoh masyarakat untuk bisa menyapa dan bertatap muka secara langsung. Hal itu terbuti, dengan banyaknya masyarakat yang begitu riuh dan berebut untuk berjabat tangan ketika seorang yang dirasa adalah publik figur terlihat di depan mata dengan menaiki delman saat kirab pusaka.
Kirab pusaka bukan hanya sekadar pelestarian budaya, kirab pusaka adalah bentuk sebuah keharmonisan antara Publik figur dan Masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H