Mohon tunggu...
Hery Syofyan
Hery Syofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Banyak baca dapat menambah cakrawala pola pikir kita....suka bola & balap..

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Kong Kalingkong" PSSI & Operator Liga PT LIB Izinkan Essien & Cole Bermain Tanpa KITAS

18 April 2017   10:24 Diperbarui: 18 April 2017   10:42 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : VikingPersib.co.id


Berbagai persoalan dan sejarah hitam yang pernah menyelimuti persepakbolaan negri ini di masa lalu tentu tak akan terlupakan. Seperti adanya dualisme kepengurusan  dan kompetisi hingga sanksi yang dijatuhkan FIFA akibat kisruh berkepanjangan yang tak kunjung usai antara PSSI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Kini, masa-masa kelam itu sudah berlalu. PSSI mulai menata diri dengan terpilihnya kepengurusan baru dibawah kepemimpinan Ketua Umum Edy Rahmayadi.Tumpuan dan harapan dari segenap pecinta sepakbola nansional agar terciptanya reformasi total sesuai harapan Presiden tertumpu  di pundaknya. Sebuah misi dan tugas yang tentunya tidak mudah untuk dilakukan.

Selama menjalani sangksi, sepakbola Nasional hanya bisa menyelengarakan berbagai turnamen saja, sementara Timnas terhenti aktifitasnya di dunia sepakbola International. Kini PSSI era baru dibawah kepemimpinan Edy Rahmayadi kembali dapat mengadakan kompetisi Liga resmi sepakbolanya yang diberi nama GO-JEK Traveloka Liga 1. Pembukaanya pun sudah dilakukan sabtu (15/4) kemaren, namun sepertinya perubahan yang diharapkan masih jauh dari harapan.

Benteng terakhir BOPI sebagai pengawas olahraga profesional akhirnya bobol juga. Mereka tak berdaya menghadapi sepak terjang PSSI. BOPI yang sejatinya menjadi badan pengawas olahraga profesional sekaligus merupakan kepanjangan tangan pemerintah, Kembali dibuat tak berdaya dan dipaksa untuk melupakan peranannya. 

Kamis, 13 April 2017 dua hari menjelang liga di mulai, seperti yang kita ketahui BOPI mengeluarkan rekomendari bagi PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk mendapatkan perizinan pertandingan dari kepolisian RI. Dengan rekomendasi tersebut, PT LIB selaku operator kompetisi dapat menyelenggarakan semua pertandingan yang jumlahnya mencapai 360 laga tersebut. 

Keluarnya rekomendasi tersebut setelah sebelumnya terjadi  kesepakatan antara BOPI dan PSSI yang antara lain berbunyi BOPI tidak boleh menyentuh/memverifikasi masalah administrasi yang berhubungan dengan hukum olahraga. Karena aspek itu menjadi bagian PSSI. BOPI cukup hanya memverifikasi bagian yang berhubungan dengan hukum negara/profesional. "Karena adanya kesepatakatan tersebut, maka untuk beberapa hal kami tidak bisa menyentuh lebih dalam aspek keolahragaannya," kata Heru. Sekjen BOPI

Tentu saja dengan demikian, tugas BOPI bisa dikatakan hanya sebatas menjadi tukang stempel saja untuk kepentingan olahraga profesional, dalam hal ini PSSI dan PT LIB. Jelas ini adalah merupakan bentuk akal-akalan PSSI agar lepas dari kesalahan yang secara sengaja dan terstruktur mereka lakukan.

Mereka menolak BOPI terlibat dalam memverifikasi bagian-bagian yang termasuk dalam hukum/regulasi olahraga, tanpa menjelaskan yang seperti apa itu hukum olahraga. Sebaliknya, mereka dengan leluasa, tanpa ada yang bisa mengawasi dan menegur, melanggar regulasi yang mereka buat sendiri.

Statuta FIFA sebagai kitab suci di sepak bola pun mereka langar. Begitu juga dengan Statuta yang mereka buat sendiri juga mereka abaikan. Seperti pembentukan Komite Etik, Banding dan Disiplin yang dibentuk tanpa melalui proses di kongres dan penghapusan posisi wakil ketua dua dan digantikan dengan/sebagai staff khusus, begitu juga dengan masuknya empat klub baru (PS TNI, PS Madura United, PS BhayangkaraUnited dan PS Bali United) dalam strata tertingi kompetisi Liga.

Dalam kongres di Bandung, Februari 2017, juga tidak ada pembahasan dan keputusan terkait dengan kehadiran dan diterimanya empat klub tersebut. Yang ada hanya disebutkan bahwa peserta kompetisi Liga resmi PSSI nantinya adalah 18 klub sesuai dengan kompetisi terakhir periode 2014-2015 silam. Pertanyaannya, dari mana muncul keempat klub di atas? Padahal, untuk mencapai posisi strata tertinggi, sebuah klub harus memulai dari kompetisi terendah. 

Kembali ke komitmen BOPI-PSSI di atas, apakah ini yang dimaksud oleh PSSI dengan hukum olahraga (baca sepak bola) yang mereka pakai? tanpa proses kompetisi berjenjang dari bawah, sebuah klub yang baru terdaftar dengan nama PT baru, bisa langsung masuk strata tertinggi?

Kalau memang empat klub tersebut mau menjadi anggota baru PSSI dan mendaftar dengan PT baru, maka tentu mereka harus melalui proses kompetisi dari jenjang paling rendah. Akan tetapi, kalau mau langsung berada di kasta tertinggi, tentunya mereka harus melakukan dan mengikuti regulasi yang berlaku.

Katakanlah, keempat klub itu mengakuisisi klub lama sehingga mereka pantas berada di strata tertinggi. proses akuisisinya juga harus sesuai regulasi. Paling tidak, mereka membeli PT lama yang sudah terdaftar dan terakreditasi di PSSI sebagai anggota. Sehingga kehadirannya di strata tertinggi menjadi legal seperti yang dikatakan sekjen BOPI beberapa waktu yang lalu "Dari verifikasi data-data yang kami terima dari PT LIB dan PSSI, keempat klub itu telah memakai PT baru,"

Hal yang sama pun terjadi pada operator liga dari PT LI ke  PT LIB. Sebuah operator menjadi sah menyelenggarakan kompetisi tentunya setelah statusnya diputuskan dalam kongres. Namun kenyataanya walau belum diputus dalam kongres status PT LIB sudah ditetapkan sebagai operator penyelengara kompetisi Liga 1. 

Dengan kesepakatan yang telah dibuat itu, tentu BOPI menjadi tidak bisa menganulir keberadaan PT LIB sebagai operator penyelengara liga yang baru, karena sesuai komitmen bersama terkait hukum olahraga menjadi wewenang PSSI 

Berikutnya belum usai soal penetapan pergantian lima pemain yang belum dapat pengesahan dari FIFA, Sabtu kemaren (15/4) saat pembukaan kompetisi GO-JEK Traveloka liga 1. PSSI dan Operator liga kembali menutup mata dan menabrak aturan yang mereka buat sendiri. Pada laga perdana antara Persib Bandung Vs Arema itu ternyata membawa masalah yang cukup serius. Dua bintang Marquee player Persib, Michael Essien dan Carlton Cole diketahui malah belum memiliki KITAS (Kartu Izin Tinggal terbatas) .

Seperti yang diberitakan BOPI kecewa dengan dimainkannya Cole dan Essien oleh Persib pada laga pembukaan itu. Keduanya menurut BOPI, tidak boleh dimainkan karena mereka belum memegang Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya saat BOPI mengeluarkan rekomendasi kepada PT LIB Kamis, 13 April lalu.

Di dalam kesepakatan itu tertulis operator akan memberi sanksi kepada klub jika masih memainkan pemainya yang belum memiliki KITAS "Saya sudah pesan wanti-wanti ke PT LIB (Liga Indonesia Baru), supaya tidak menurunkan pemain asing yang belum pegang KITAS. Itu kesepakatan yang kami setujui bersama. Tapi di laga pertama (kemarin) sepertinya operator melanggar kesepakatan tersebut ," kata Sekretaris Jenderal BOPI, Heru Nugroho, Senin (17/4/2017).

Terkait dengan kejadian itu, BOPI melaporkan Michael Essien dan Carlton Cole ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi, karena kedua pemain itu diangap melanggaran aturan keimigrasian, tidak memiliki kartu izin tinggal terbatas (KITAS). 

BOPI meminta Direktorat Jenderal Imigrasi menindak tegas kedua pemain Persib tersebut. Apa lagi sebelumnya BOPI sudah mengingatkan PT LIB untuk tidak mengizinkan klub memainkan pemain asing yang tak mengantongi Kitas."Ini mengingkari kesepakatan yang dibuat. Makanya hal ini kami laporkan ke Imigrasi. Kami beritahukan ke Imigrasi kalau ada pemain asing yang tidak memiliki Kitas," kata Heru Sekjen BOPI.

Faktanya Kantor Imigrasi Kelas I Bandung pun juga mengatakan belum mendapatkan permohonan dari mana pun terkait dengan pembuatan Kitas untuk kedua pemain itu. "Sejauh ini kami belum menerima permohonan dari pihak berkompeten dalam rangka pengurusan Kitasnya (essien dan Cole)," kata Kasi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas Bandung, Agustianur, Senin (7/4/2017).

Padahal dalam peraturan ke imigrasian sagat jelas tertera, warga negara asing yang akan melakukan kegiatan di Indonesia harus memiliki Kitas. Hal itu sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 31 tahun 2013. 

Begitu juga dengan perusahaan atau si pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa mempunyai izin, maka perusahaan tersebut diangap melanggar ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan. Atas pelanggaran tersebut, pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda sekitar Rp 100 juta hingga Rp 400 juta.

Dengan demikian dari berbagai ulasan pelangaran diatas, tentu pertanyaanya adalah reformasi seperti apa yang dilakukan PSSI dengan kepengurusanya yang baru  ini?  kalau segala aturan yang sudah dibuat mereka tabrak sendiri? Apakah dengan kondisi seperti ini kita masih bisa berharap reformasi total sepakbola bisa tercapai? 

Mari kit tunggu saja bro, dari berita terakhir Sekretaris Menpora Gatot S. Dewa Broto mengatakan siapapun tidak bisa menurunkan pemain asingnya tanpa KITAS. "Karena di peraturan tidak ada pengecualian untu Essein atau Cole hanya karena mereka Marquee player. Jadi ini yang perlu diluruskan. Kami menagih pada pihak LIB bisa tidak meminta jaminan kepada isntasi terkait. Tanpa jaminan itu aturan BOPI tetap harus ditegakkan." 

Untuk itu kita tungggu berita selanjutnya………ok

Borneo 18 April 2017

Salam Olah Raga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun