Namun makna pada ayat ini adalah Kristus membatasi natur ilahi-Nya (atau dalam bahasa rasul Paulus tidak mempertahankan) dan mengenakan natur insani saat Dia hidup di dunia guna menjalankan misi penebusan. Kristus yang tidak terbatas (dalam natur ilahi-Nya) menjadikan Diri-Nya terbatas ketika hidup di dalam dunia yang terbatas. Kristus yang mulia membatasi kemuliaan-Nya sehingga menjadi hina agar dapat memuliakan yang hina. Kristus yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa.
- Kulminasi
Puncak dari inkarnasi Yesus Kristus dalam konteks pembacaan ini, khususnya pada ayat 6-7 ialah ayat 8, yang berbunyi "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Ayat 8 yang menjadi puncak atau kulminasi dari inkarnasi Kristus jelas merupakan paralelisme dari ayat 6 dan 7. Kristus yang adalah Allah (kekal) membatasi Diri dalam rupa hamba sehingga menjadikan-Nya rendah (terbatas, abadi-fana, hina, dlsb).Â
Demikian juga Dia yang setara atau sehakikat dengan Bapa membatasi Diri-Nya sehingga menjadi sama dengan manusia, oleh sebab itu Dia mengalami kematian. Kematian itu harus terjadi di kayu salib, simbol humilitas atau kerendahan hati Kristus yang jelas bertentangan dengan kondisi sosial-politik Greco-Roman.Â
Dinamika sosial-politik Greco-Roman sangat dominan dengan honour and shame or reputation. Untuk mencapai honour, orang-orang Greco-Roman akan cenderung melakukan self-promotion (jelaskan tentang keberadaan dewa, pola hidup kaisar, dlsb) ketimbang humility. Ini disebabkan karena humility sama dengan humiliation.Â
Humility hanya akan membuat seseorang menjadi inferior, dependen, terhina, dlsb; dan salah satu lambang humiliation adalah salib. Salib melambangkan superioritas dan otoritas kerajaan Greco-Roman bagi para humiliate, sehingga orang yang tersalib adalah orang yang paling hina. Itulah sebabnya, dalam tulisan lain Paulus mengatakan bahwa pemberitaan tentang Kristus yang tersalib merupakan suatu kebodohan bagi orang-orang Yunani.Â
Sebaliknya, bagi kita orang percaya salib merupakan puncak dari humilitas (kerendahanhati) Kristus yang terpatri indah dalam inkarnasi-Nya karena melalui salib inilah manusia yang adalah seteru atau musuh Allah didamaikan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, dan melalui salib inilah Kristus dimuliakan (dalam konteks inkarnasi).
b. Dignitas - Pemuliaan Diri Kristus (ay. 9-10)
Dampak dari humilitas Kristus yang terpatri dalam karya inkarnasi-Nya, secara khusus kematian-Nya di kayu salib ialah dignitas atau pemuliaan (penghargaan) Kristus oleh Allah Bapa (Tentu pemuliaan yang diterima Kristus dari Bapa harus tetap dilihat dari konteks inkarnasi-Nya, sehingga tidak menimbulkan misinterpretasi bahwa Kristus tidak memiliki kemuliaan sebelum Dia berinkarnasi atau saat inkarnasi).Â
Pemuliaan ini mencakup dua aspek, aoristis dan futuris. Pemuliaan pada aspek aoristis tergenapi saat Kristus bangkit dan naik ke sorga (dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa) dan itulah yang membuat kita hingga saat ini memanggil dan meyakini Kristus sebagai Tuhan kita.Â
Pemuliaan pada aspek futuris akan tergenapi saat masa parousia (kedatangan Kristus pada kali yang kedua). Dignitas Kristus oleh Allah Bapa sebagai tanda kebesaran dan keagungan-Nya tidak diraih melalui self-promotion atau self-boasting seperti dalam budaya Greco-Roman, melainkan melalui humilitas yang terpatri dalam inkarnasi Kristus.Â