Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Thohari (2017) dari Pusat Pengkajian dan Pelayanan Disabilitas Universitas Brawijaya menunjukkan masih kurangnya kesempatan dan akses bagi para disabilitas dalam berkesenian. Hal yang sama juga ditemukan oleh penelitian Frichy Ndaumanu (2020) dari Kemenkumham RI Kanwil NTT Kupang. Ia mengungkapkan hak penyandang disabilitas masih belum terpenuhi secara maksimal karena minimnya program dan kegiatan bagi penyandang disabilitas, belum adanya pendataan dan informasi, stigmatisasi, serta faktor sosio budaya. Penelitian tersebut menyarankan adanya peraturan daerah yang menjabarkan kewajiban pemerintah daerah atas hak penyandang disabilitas.
Sikap pemerintah daerah yang terkesan masih abai ini pun tercermin dari kurang maksimalnya teknis perhelatan yang melibatkan anak disabilitas. Hal ini diakui Balva tatkala menjadi pendamping serta pelatih tari sekolahnya untuk mengikuti sebuah ajang perlombaan pelajar tingkat provinsi.
Â
"Harapan kami sih dalam perlombaan itu pemerintah membuat kategori terpisah antara SLB dengan sekolah lain. Pengalaman kami waktu itu ikut acara level provinsi, tapi penilaian siswa SLB disatukan dengan sekolah tingkat SMA dan SMK reguler. Jelas kami kalah. Padahal kami membuat aransemen dan koreografi sendiri," catat Balva memberikan evaluasi.
Sementara itu terkait dukungan pemerintah, Juju pun merasa selama ini memang masih kurang dan belum optimal. Hal tersebut terasa dari implementasi kebijakan yang dinilainya masih di bawah 40 persen. Ia berharap ada skema jemput bola sebagai langkah implementatif.
"Kami berharap ada ruang dan kesempatan dari pemerintah dan masyarakat supaya anak disabilitas bisa mengeksplorasi, menampilkan, serta menunjukkan kemampuan mereka. Bukan sekadar lip service," harap Juju yang juga wakil ketua Kadin Kota Bandung tersebut.
Ia mengusulkan ada aturan berupa kewajiban lembaga pemerintah untuk melibatkan anak disabilitas dalam gelaran pentas seni. Hal yang sama juga dilakukan ketika memberikan perizinan kepada penyelenggara event daerah. Kebijakan tersebut misalnya dari penampilan anak disabilitas dalam pembukaan acara, sehingga masyarakat dapat turut menyaksikan. Secara tidak langsung, hal ini merupakan dukungan pemerintah untuk ikut mendorong keterlibatan masyarakat terhadap keikutsertaan anak-anak spesial tersebut.Â
"Anak-anak disabilitas mungkin lemah dalam komunikasi dan akademis, tetapi mereka memiliki potensi luar biasa dalam minat dan bakat seni. Mereka hanya perlu ditangani secara lebih profesional lagi," ucap Juju. ***
Hanifa Paramitha Siswanti
Tulisan ini merupakan liputan hasil pelatihan "Jurnalis Ramah Anak" pada Maret 2023 yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen Bandung bersama Save The Children Jawa Barat. Tulisan juga dipublikasikan di tvrinews.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H