Â
Sayangnya, terbiasa dengan hidup serba enak dan bergelimang harta, keluarga itu tak pernah menyediakan dana darurat dan dana pensiun untuk masa depan. Mereka berpikir bisnis taksi akan selalu makmur selamanya dan menjamin kehidupan.
Â
Namun akhirnya pukulan krisis global menimpa. Pendanaan perusahaan mulai pincang. Hanya mampu bertahan beberapa bulan, perusahaan taksi yang sempat merajai jalanan itu pun tumbang.
Â
Demi membayar pesangon ratusan karyawan, seluruh unit taksi ludes dijual. Hal itu belum termasuk pembayaran hutang perusahaan dan kartu kredit keluarga untuk keperluan konsumtif yang  kadung sudah berjalan setiap tahun.
Â
Semua aset yang tersisa pun habis tak berjejak, termasuk rumah gedongan yang telah ditempati puluhan tahun. Alhasil mereka sekeluarga terpaksa pindah ke rumah petak kontrakan.
Â
Kini di hari tuanya, sudah belasan tahun orang tua Santoso hanya menggantungkan hidup dari penghasilan beternak ayam kecil-kecilan. Semua kakaknya yang sekarang juga sudah berkeluarga di perantauan.
Â