Mohon tunggu...
Hotim Munawaroh
Hotim Munawaroh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sendiri

Bim

Selanjutnya

Tutup

Financial

Konsep Maslahah dalam Konsumsi Ekonomi Islam

15 Februari 2019   20:02 Diperbarui: 15 Februari 2019   20:24 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pengertian Maslahah

Maslahah dapat diartikan sebagai segala bentuk keadaan, baik material dan non material sebagai makhluk yang paling mulia. Maslahah juga diartikan yaitu segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan kolektif serta harus memenuhi 3 unsur yaitu, kepatuhan syariah, bermanfaat dan membawa kebaikan dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan.

Dari segi tujuan, maslahah dibagi dalam 2 bagian yaitu:

1.Mendatangkan manfaat kepada umat manusia, baik bermanfaat untuk didunia maupun di akhirat.

2.Menghindarkan kemudharatan (bahaya) dalam kehidupan manusia baik kemudaratan didunia maupun diakhirat.

a.Maslahah dalam konsumsi

Dalam islam memandang bahwa semua yang ada dibumi ini merupakan pemberian dan amanah dari Allah SWT. Yang diamana pemberian itu wajib kita jaga dan dilestarikan guna untuk kesejahteraan manusia. Islam juga mengajarkan bahwa semua yang ada didunia ini adalah milik Allah SWT termasuk juga harta yang diperoleh oleh setiap manusia.

Menurut Mannan (1997;4), konsumsi adalah permintaan. Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar yaitu sebagai berikut:

1.Prinsip keadilan

Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih tidak menyerukan nama Allah SWT, (QS. Al-Baqarah, 2:173; Q.S, Al-Baqarah, 5:4). Islam melarang umatnya untuk memakan makanan yang sudah dilarang tersebut karena dapar membahayakan tubuhnya, sedangkan mereka juga boleh memakan makanan yang dilarang tersebut jika mereka benar-benar membutuhkan.

2.Prinsip kebersihan

Syarat kedua ini sudah jelas tercantum dalam al qurn dan sunnah. Diamana makanan tersebut harus bersih,dan cocok untuk dimakan tidak kotor ataupun tidak menjijikkan sehingga merusak selera.

3.Prinsip kesederhanaan

Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.

Dalam Al-Qurn dikatakan:

"..... makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."(Q.S. Al-Maidah, 5:87)

4.Prinsip kemurahan hati

Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang sudah disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya.

5.Prinsip moralitas

Bukan hanya mengenai makanan dan minuman tetapi mengenai tujuan terakhirnya yaitu untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.

Konsumsi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia maupun dalam perekonomian, karena tidak ada kehidupan tanpa konsumsi. Dalam ekonomi islam, kepuasan konsumsi dikenal dengan maslahah dalam artian terpenuhi kebutuhan baik fisik dan spiritual. Dengan begitu konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian.

Akan tetapi, presentase kebutuhan yang dimiliki oleh manusia sangatlah beragam, terkdang muncul tindakan yang ekstrim dalam mengakses kebutuhan. Ada sebagian orang yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhannya sehingga timbul sifat berlebihan. Dalam ekonomi islam,  pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan harus dilandasi dengan nilai-nilai spiritualisme dan adanya keseimbangan dalam pengelolaan harta kekayaan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya harus berdasarkan batas kecukupan, baik atas kebutuhan pribadi maupun keluarga.

Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa haruslah bermanfaat secara materi. Dalam melakukan konsumsi, nilai utility yang diterima harus sebanding dengan apa yang telah dikeluarkan (dibelanjakan) sehingga terjadi keseimbangan antara apa yang diberikan dan yang didapat.  

Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabdzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabdzir berartimempergunakan harta dengan cara yang salah, yakni untuk tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, bersikap moderat tidak kikir dan juga tidak boros. Konsumsi yang melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan tidak disenangi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hakim, Zikrul. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bestari Buana Murni.

Baudrillard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Mujahidin, Ahmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

http://jurnal.unsyiah.ac.id/JPED/article/download/6517/5341  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun