Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi memiliki susbtansi dasar yang berupa kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam penegakan demokrasi ialah menjamin dan melindungi hak asasi manusia karena demokrasi sistem politik dalam memberikan hak asasi manusia, dengan demikian hak asasi manusia akan terwujud dan terjamin oleh negara yang demokratis. Kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi semua umat manusia karena itu demokrasi perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemilu merupakan kegiatan yang dilakukan secara nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif dan dewan perwakilan daerah, sedangkan Pilkada ialah pemilihan yang dilakukan secara local dalam memilih Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati ataupun Walikota secara langsung diatur dalam UU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU. Pasal 1 ayat (1) dikatakan: “Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis”.
Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dilakukan oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan pemilu. Dalam penyelenggaraan pemilu bersifat nasional, tetap dan mandiri. Hal tersebut tertulis dalam pasal 22e ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Sebagai penyelenggara pemilu tentulah peran KPU bukan hanya mengadakan bilik-bilik suara disetiap daerah saja. Peran KPU juga mencakup meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu yang diselenggarakannya. Partisipasi masyarakat dalam negara demokrasi menjadi hal yang paling mendasar, dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi tentulah akan melahirkan pemimpin yang memiliki legitimasi yang kuat dari mayoritas masyarakat.
Lembaga Survei Nasional (LSN) melakukan survei terkait perilaku pemilih pemula di 33 Provinsi Indonesia dengan cara pengumpulan data dan teknik wawancara tatap muka serta memberikan kuesioner dengan margin of error 2,8% dengan tingkat kepercayaan 95% pada pemilu 2014 terangkum sebagai berikut: 1)Memilih capres atau parpol sesuai dengan hati nurani 94,6%, 2)Akan meminta pendapat orang lain 3.6%, 3)Mengikuti pilihan orang yang disegani 1.8%
Pada tahun 2019, CEO Jeune & Raccord Communication Monica JR melakukan survei terhadap 1.200 responden secara nasional dengan metode multi-stage random sampling lewat wawancara tatap muka menggunakan kuisioner terangkum sebagai berikut: 1)Merasa tidak perlu datang ke TPS 65,4%, 2)Tidak tahu jadwal pilpres 25,3%, 3)Yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 51,8% 4)Yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 30,8%.
Bedasarkan hasil data diatas yang didapatkan melalui website resmi CNN Indonesia, masalah tersebut terjadi ketika pemilih pemula tidak mengetahui informasi yang tepat tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam pemilihan umum. Informasi yang didapat pun terkadang terlalu dalam dan luas sehingga sulit dipahami atau terlalu kaku baik itu dari segi penyampaian atau bentuk informasi yang diberikan. Apatisme pemilih pemula dari tahun ke tahun terhadap sikap kurang pedulinya terhadap politik masih terus ada, suara pemilih pemula juga rawan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Indikator Prosentase Memilih capres atau parpol sesuai dengan hati nurani 94,6 Akan meminta pendapat orang lain 3,6 Mengikuti pilihan orang yang disegani 1,8 Indikator Prosentase Merasa tidak perlu datang ke TPS 65,4 Tidak tahu jadwal pilpres 25,3 Yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 51,8 Yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 30,8. Pemilih pemula masih belum banyak literasi politik yang memadai dan cenderung mengikuti trend dilingkungan tempat tinggalnya, orientasi politik pemilih pemula ini selalu dinamis mengikuti kondisi yang ada.
Karena sikap apatis pemilih pemula, maka perlu dilakukan sosialisasi sebagaimana diamanahkan melalui PKPU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi. Agar sosialisasi efektif, maka dibuat cara atas bentuk-bentuk sosialisasi sebagaimana dinyatakan pada PKPU Nomor 65 Tahun 2009 Bab VI Pasal 9. Diharapkan KPU dapat melaksanakan tugas sebagaimana baiknya. KPU Pusat dan daerah harus pula memikirkan langkah konkrit yang diambil dalam melaksanakan sosialisasi kepada pemilih pemula.
1. Bentuk Sosialisasi
Bedasarkan dari buku sosiologi yang diterbitkan oleh Fakultas Sastra Universitas Padjajaran menjelaskan bahwa dua bentuk sosialisasi, yaitu:
a. Sosialisasi Primer proses pertama dan utama yang dialami oleh individu. Sosialisasi ini akan mempengaruhi kehidupan individu di masa mendatang. Tahapan pertama sosialisasi primer adalah keluarga ketika masih anak-anak. Ketika masih balita, anak yang belum memulai sekolah akan mengenal keluarga terlebih dahulu. Proses sosialisasi primer ini untuk mempersiapkan anak ke lingkungan masyarakat. Contoh sosialisasi primer adalah bahasa. Bahasa menjadi gejala sosial yang dapat dimengerti, dipahami, dan dimaknai artinya oleh lingkungan dan masyarakat. Ketika anak lahir dia belum memahami bahasa. Kemudian orang tua mengajari dan mengembangkan bahasa pada anak mereka, seiring bertambahnya usia.
b. Sosialisasi Sekunder adalah lanjutan dari sosialisasi primer. Disini individu memulai proses identitas baru di lingkungan masyarakat. Anak-anak akan mengenal sekolah sebagai lembaga yang mempengaruhi proses sosialisasi. Selain sekolah, sosialisasi sekunder terjadi pada masyarakat, lingkungan, dan kelompok sosial lain.
2. Tahap Sosialisasi
Menurut Charles H. Coley, proses sosialisasi terjadi karena peran interaksi. Melalui konsep diri (self concept) berkembang menjadi interaksi dengan orang lain (long glass self). Proses interaksi ini dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:
a. Memahami diri menurut pandangan orang lain. Contohnya anak merasa dirinya paling pintar, karena punyai nilai bagus atau prestasi lebih dari teman sekelasnya.
b. Tahap merasakan adanya penilaian dari orang lain. Misal seorang anak merasa dirinya hebat, karena merasa orang lain memuji dan mempercayai apa yang dilakukan.
c. Tahap dampak dari penilaian terhadap dirinya. Dari pandangan seorang anak hebat ini lalu muncul rasa bangga dan percaya diri.
3. Faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi
a. Pada dasarnya sifat individu diturunkan oleh kedua orang tuanya. Sifat inilah yang akan mempengaruhi proses sosialisasi di luar lingkup keluarga.
b. Terjadi hubungan psikologis yang kuat antara ibu dan janin yang dikandungnya.
c. Setiap manusia memiliki kepribadian berbeda yang saling mempengaruhi proses interaksi.
d. Kepribadian seseorang bisa dipengaruhi oleh lingkungan fisik, budaya, dan sosial.
e. Motivasi menjadi dorongan terkuat pada seseorang untuk bersosialisasi. Dorongan tersebut ada dalam dirinya sendiri.
4. Metode Sosialisasi
Berdasarkan peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 65 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sosialisasi Dan Penyampaian Informasi yang terdapat pada Bab VI Pasal 9 bahwasanya metode sosialisasi dan penyampaian informasi yang digunakan adalah ;
a. Komunikasi tatap muka yaitu sosialisasi atau pertemuan dalam bentuk :
1. Diskusi dan Seminar
2. Ceramah maupun simulasi
3. workshop
b. Komunikasi melalui media massa yaitu sosialisasi yang dilakukan dengan penyampaian informasi di media massa cetak maupun elektronik melalui :
1. Tulisan
2. Gambar
3. Suara maupun audiovisual.
c. Mobilisasi sosial yaitu sosisalisasi yang dilakukan melalui ajakan peran serta seluruh komponen masyarakat baik organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, adat, LSM, instansi pemerintah maupun partai politik, dalam bentuk gerakan masyarakat untuk ikut dalam melaksanakan setiap tahapan pemilu seperti :
1. Gerakan sadar pemilu
2. Deklarasi kampanye damai
3. Gerakan anti golput dan seterusnya.
5. Konsep Pemilih Pemula
Pemilih pemula merupakan warga Negara Indonesia yang baru pertama kali mengikuti pemilihan umum serta sudah terdaftar oleh penyelenggara pemilu sebagai pemilih dengan usia 17-21 tahun. Warga Negara yang masih muda di kelas politik memiliki orientasi yang dinamis dan akan berubah seperti yang ditunjukkan oleh kondisi yang ada dan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka.
Pemilih pemula, dalam pemilihan kepala daerah menjadi objek dalam kegiatan politik, khususnya mereka yang memerlukan arahan dan kemajuan menuju pengembangan kemampuan dan potensinya ketingkat yang lebih maksimal agar mereka bisa ikut serta dalam,bidang politik. Pemilih pemula terkhusus pada remaja memiliki nilai budaya yang lebih bebas, santai serta cenderung pada hal-hal yang tidak formal dan mencari kebahagiaan, oleh sebab itu mereka menghindari sesuatu yang kurang menyenangkan. Pemilih pemula ini biasanya mereka yang berkategori pelajar, mahasiswa, serta pekerja muda.
Dalam hal pemilih pemula dipersepsikan merupakan objek dalam kegiatan politik, mereka merupakan kelompok yang masih membutuhkan pembinaan dalam orientasi ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuannya. Dengan demikian ke depan diharapkan dapat berperan di bidang politik. Pemilih pemula dalam hal ini termasuk salah satunya para pelajar yang masih duduk dalam pendidikan baik di tingkat SMA/SMK/MA sederajat yang telah berusia 17 tahun ke atas. Termasuk di dalamnya mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, dalam hal ini mereka juga bukan anggota atau pensiunan TNI/Polri. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali ikut aktif dalam pemilihan umum. Karena itu mereka masih membutuhkan bimbingan dan pembinaan serta pengarahan agar nantinya dapat turut dalam aktivitas politik secara maksimal serta mempunyai andil dalam kegiatan politik.
6. Strategi Sosialisasi untuk Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula
Menurut teori Peter Schroder strategi politik ada dua yaitu: 1)Strategi Ofensif meliputi: perluasan pasar dan menembus pasar. 2)Strategi Defensif yaitu mempertahankan pasar.
1. Strategi Perluasan Pasar
KPU pusat dan daerah melakukan strategi dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula pada pemilihan umum dengan strategi perluasan pasar tehadap segmen pasar Pemilih Pemula, Organisasi Kepemudaan, Pelajar SMA, Organisasi Kampus, Media, Stakeholder, Pemilih Muda, Pekerja Sosial dengan sub indicator
a. Kampanye politik yang dilakukan oleh KPU dengan melaksanakan kampanye berupa sosialisasi yang menarik terkait kepemiluan tanpa memihak salah satu parpol atau pasangan calon, karena KPU bersifat netral. Strategi sosialisasi yang dilakukan dengan secara konvensional dan sosial media dengan bekerjasama terhadap pihak-pihak lain terkait kepemiluan.
b. Implementasi Politik yang dilakukan oleh KPU ialah dengan mengembangkan dan menerapkan strategi yang baru atau yang telah ada terhadap pemilih.
2. Strategi Menembus Pasar
KPU pusat dan daerah telah melakukan strategi dengan cara menembus pasar dimana setiap segmen pasar mempunyai kebutuhannya masing-masing dengan melakukan pemetaan terhadap pemilih pemula didaerah tersebut. Dalam strategi menembus pasar terdapat sub indikator
a. Memutuskan pasar mana saja yang akan dimasuki dalam segmen pasar dalam memutuskan pasar saja yang akan dimasuki ialah pemilih pemula ataupun pemilih muda yang belum pernah memilih dalam pemilu.
b. Memahami lingkungan pasar yang akan diberikan sosialisasi ialah memutuskan pasar mana saja yang ingin dimasuki dan memahami lingkungan pasar yang akan diberikan sosialisasi sesuai dengan kebutuhan lingkungannya, terkait dengan pengoptimalan strategi, faktor pendukung, dan faktor penghambat pasar dalam memilih .
3. Mempertahankan Pasar
KPU pusat dan daerah telah melakukan strategi dengan mempertahankan pasar atau mempertahankan pemilih lama terkait dengan strategi sosialisasi yang dilakukan untuk mempertahankan pemilih lama sehingga strategi yang dilakukan harus dikembangkan. Segmentasi pasar dalam strategi mempertahankan pasar ialah seluruh elemen masyarakat yang mempunyai hak suara memilih pada pemilu. Adapun sub indikator dalam mempertahankan pasar yaitu: Mempertahankan basis masa tetap dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan langsung turun lapangan dalam bersosialisasi yang dilakukan oleh KPU pusat maupun daerah.
Penulis: Hosnan
Gresik, 6 Maret 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI