Singkat cerita, tibalah sosok mata-mata Jerman bernama Steve Trevor yang masuk ke dalam wilayah pulau Themyscira. Ia pun bertemu dengan Diana dan menceritakan kejahatan apa yang sedang terjadi di luar sana.
Erich Ludendorff sebagai Jenderal Jerman melakukan kerjasama dengan ahli kimia untuk menciptakan senjata biologis baru. Di sini lah petualangan Diana sebagai Wonder Woman yang pergi ke tempat manusia biasa tinggal sebagai penyelamat.
Cerita dalam film Wonder Woman (2017) disusun dengan sangat menarik dan membuat penonton bisa memahami perjuangan yang disampaikan.
Namun, sebenarnya terdapat konsep lain yang ingin dibangun oleh Patty Jenkins sebagai sutradaranya. Hal yang dimaksud adalah citra perempuan terkait isu feminisme.
Heroik dan Feminisme
Melalui film Wonder Woman (2017), sebenarnya tokoh Diana Prince digambarkan sebagai sosok perempuan yang kuat dan bisa memimpin.
Dibuktikan dari sepanjang adegan sejak dirinya membantu Steve untuk melawan Jerman, Diana selalu disorot dan bisa menaklukan musuhnya yang semuanya bergender laki-laki.
Wonder Woman sangat menggambarkan konsep feminisme dalam film yang tujuannya ingin menggeser budaya patriarki dengan laki-laki sebagai sentral.
Cateridge (2015, h. 23) berpendapat kalau teori film feminisme berfokus pada cara di mana bahasa visual yang terdapat dalam film dapat dipakai dan dianggap sebagai gender.
Representasi soal perempuan sebagai manusia yang seharusnya memiliki status yang sama dengan laki-laki, menjadi latar belakang kajian feminisme dalam sebuah film.
Kesetaraan Gender