Gerakan yang berkembang di negara Perancis ini membahas mengenai bagaimana manusia mengekspersikan sebuah hal karena pengaruh fenomenologi.
Seorang novelis dan juga pembuat film bernama Alexandre Astruc (Stam, 2000), berpendapat bahwa dunia film menjadi sarana baru bagi sutradara untuk mengekspresikan apa yang menjadi haknya.
Dengan begini, sang sutradara tidak perlu mengikuti konsep yang diberikan pihak lain, melainkan membuat film tersebut sesuai dengan versi miliknya sehingga memunculkan ciri khas tersendiri.
Hal ini juga termasuk pada kontribusi sutradara dalam penentuan alur cerita, penyuntingan, bahkan pemilihan aktor dan aktris.
Kebebasan yang dimiliki oleh sutradara untuk menciptakan film sebagaimana yang diinginkan dan menjadi pengendali utama, memunculkan istilah panggilan auteur.
Sarris (Stam, 2000) mengemukakan bahwa ada tiga kriteria yang bisa kita pakai untuk melihat apakah sang sutradara dapat dikatakan sebagai seorang auteur, yakni kompetensi teknis, kepribadian yang dapat dibedakan, dan makna interior yang timbul dari tegangan antara kepribadian dan materi.
Konsep seorang auteur sebagai sutradara yang memiliki banyak peran, ternyata telah diimplementasikan dalam industri film negara Indonesia. Salah satunya adalah Raditya Dika.
Raditya Dika Sebagai Seorang Auetur
Raditya Dika Angkasa Putra atau yang kerap kali disapa dengan nama Raditya Dika, merupakan seorang penulis, komedian, aktor, dan juga sutradara tanah air yang sudah terkenal.
Banyak sekali karya-karya yang telah dipersembahkan kepada masyarakat, sebagai bentuk kecintaannya kepada dunia seni.
Salah satu produk nyata yang bisa kita nikmati adalah seri film berbalut komedi drama yang telah ia produksi selama beberapa tahun terakhir.