Bagaimana peran seorang sutradara dalam sebuah karya film?
Â
Film merupakan salah satu karya seni yang telah berdampingan dengan kehidupan manusia saat ini.
Dengan bentuk penyajian yang berbasis audio visual, film dimanfaatkan menjadi beberapa sarana seperti hiburan, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Namun, kita sadar bahwa kesuksesan sebuah film tidak akan luput dari orang-orang yang berada di balik layar.
Pembuatan sebuah film biasanya membutuhkan puluhan hingga ratusan kru di mana nantinya akan dipimpin oleh sang pengarah film atau yang biasa dikenal dengan sebutan sutradara.
Sutradara berperan besar untuk mengarahkan bagaimana sebuah film akan dibuat. Baik dalam hal akting, posisi kamera, pencahayaan serta tanggung jawab lainnya.
Tentu sebelum proses pembuatan film berlangsung, seorang sutradara sudah mendapat gambaran alur cerita serta naskah. Apa yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengarahkan hingga film selesai dibuat.
Lantas, bagaimana jadinya jika seorang sutradara merangkap dirinya sebagai penulis, editor, bahkan menjadi aktor dalam satu film yang sama?
Mengenal Teori Auteur
Pada awal tahun 1960-an, muncul sebuah gerakan bernama auteurisme yang mendominasi dunia perfilman di bidang kritik dan teori.
Gerakan yang berkembang di negara Perancis ini membahas mengenai bagaimana manusia mengekspersikan sebuah hal karena pengaruh fenomenologi.
Seorang novelis dan juga pembuat film bernama Alexandre Astruc (Stam, 2000), berpendapat bahwa dunia film menjadi sarana baru bagi sutradara untuk mengekspresikan apa yang menjadi haknya.
Dengan begini, sang sutradara tidak perlu mengikuti konsep yang diberikan pihak lain, melainkan membuat film tersebut sesuai dengan versi miliknya sehingga memunculkan ciri khas tersendiri.
Hal ini juga termasuk pada kontribusi sutradara dalam penentuan alur cerita, penyuntingan, bahkan pemilihan aktor dan aktris.
Kebebasan yang dimiliki oleh sutradara untuk menciptakan film sebagaimana yang diinginkan dan menjadi pengendali utama, memunculkan istilah panggilan auteur.
Sarris (Stam, 2000) mengemukakan bahwa ada tiga kriteria yang bisa kita pakai untuk melihat apakah sang sutradara dapat dikatakan sebagai seorang auteur, yakni kompetensi teknis, kepribadian yang dapat dibedakan, dan makna interior yang timbul dari tegangan antara kepribadian dan materi.
Konsep seorang auteur sebagai sutradara yang memiliki banyak peran, ternyata telah diimplementasikan dalam industri film negara Indonesia. Salah satunya adalah Raditya Dika.
Raditya Dika Sebagai Seorang Auetur
Raditya Dika Angkasa Putra atau yang kerap kali disapa dengan nama Raditya Dika, merupakan seorang penulis, komedian, aktor, dan juga sutradara tanah air yang sudah terkenal.
Banyak sekali karya-karya yang telah dipersembahkan kepada masyarakat, sebagai bentuk kecintaannya kepada dunia seni.
Salah satu produk nyata yang bisa kita nikmati adalah seri film berbalut komedi drama yang telah ia produksi selama beberapa tahun terakhir.
Dimulai dari film pertamanya sebagai seorang auteur yang berjudul Kambing Jantan (2009), Manusia Setengah Salmon (2013), Cinta Brontosaurus (2013), Marmut Merah Jambu (2014) hingga Koala Kumal (2016), Raditya Dika selalu memberikan kesan tersendiri bagi para konsumen film.
Ciri Khas Film
Apa yang selalu menjadi ciri khas bagi film hasil produksi Raditya Dika adalah kehadiran dia sebagai pengendali utama.
Selama proses pembuatan dari seluruh film yang pernah ada, ia selalu terlibat menjadi sutradara, aktor, bahkan penulis naskah cerita itu sendiri.
Keberadaan Raditya Dika dalam pembuatan setiap filmnya kemudian mulai dikenal di kalangan penikmat film.
Hampir sebagian besar dari film yang telah dirilis, ia selalu mengangkat genre komedi di mana nantinya Raditya Dika akan berperan sebagai tokoh utama.
Sebagai pemegang peranan penting dalam film, pengalaman miliknya soal kisah cinta, dijadikan sebagai bahan utama untuk memperluas alur cerita yang ada.
Di samping itu, film-film tersebut akan selalu menampilkan beberapa adegan berisikan pesan-pesan moral yang memang menjadi keahlian dari Raditya Dika.
Cinta sebagai bahasa universal yang dialami oleh semua orang, membuat karya berseri miliknya bisa diingat dan disimpan ke dalam memori setiap penontonnya.
DAFTAR PUSTAKA
Stam, R. (2000). Film Theory: An Introduction. USA: Blackwell.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H