"Kan sudah saya bilang. Itu tombol like. Yang bentuknya macam hati warna merah."
Malaikat itu geleng-geleng. Ia sulit mengerti tentang apa yang dimaksud ruh itu. Biasanya, ketika ia melihat seseorang berbuat baik, pastilah ada tanda yang jelas, macam sebuah pemberian. Waktu ruh yang sedang ditanyanya mengaku membesuk orang sakit, setidaknya bisa dilihat dari parcel buah atau amplop berisi uang yang disalamkan ke pasien.Â
Ketika ada seseorang yang meninggal, kebaikan orang lain bisa dinilai dari hadirnya orang itu waktu pelepasan jenazah ke liang kubur. Apa yang dijelaskan ruh barusan memang tak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang yang hanya diam di depan gawai lantas mampu mendeklarasikan diri telah berbuat baik hanya dengan memencet tombol like? Kalaupun bisa, bagaimana caranya melihat tombol like itu milik siapa dan dari mana bisa melihat kumpulan like-like itu secara detail?
Tak ada ubahnya dengan malaikat pencatat kebaikan, malaikat pencatat keburukan pun bingung. Ia tak sanggup mengerti, mengapa dalam dunia yang tak ada itu, manusia lebih gemar menghabiskan waktunya, bahkan sebagian besar dengan mudahnya menghina dan mengkritik orang-orang.
Begitu banyak hujatan dalam dunia itu. Malaikat pencatat keburukan harus mendata satu demi satu, apa yang sudah dituliskan manusia dalam komentar media sosialnya, belum lagi tantangan tentang komentar yang sudah dihapus, apalagi komentar dari sumber akun yang tak jelas namanya.
Agaknya malaikat itu tak sampai hati mencatat itu sebagai keburukan, tapi lantaran kehidupan manusia lebih banyak dihabiskan dalam dunia maya itu, itulah satu-satunya cara untuk menentukan seberapa jahat perilaku manusia yang sebetulnya sepanjang hidupnya hanya berdiam di depan gawai milik mereka.
Dulu pernah timbul perilaku jahat seperti membuat jebakan untuk orangtua dengan mengagetkan mereka tiba-tiba dalam dunia itu, tapi malaikat urung akhirnya mencatat sebagai keburukan, lantaran ruh yang ditanyanya berdalih dan hanya bilang itu sebuah konten. Semakin jelas ruh itu bilang, hanya kepura-puraan yang disajikan dalam kontennya, tak ada yang benar-benar jahat yang sedang dilakukan. Sayangnya, orangtua itu belum meninggal, jadi belum bisa digali informasi darinya sebagai pembanding kata-kata ruh itu.
Suara gremeng-gremeng malah makin kencang. Ada satu malaikat sudah berteriak tapi tak bisa terdengar. Seorang malaikat lagi menepuk meja, pun suara tepukannya masih kalah kencang. Seorang malaikat berdiri. Semua mata malaikat yang sedang duduk tertuju padanya, lantaran tampak beda sendiri dengan yang lain. Tiba-tiba mereka diam.
"Kita harus cepat memutuskan, teknologi macam apa yang perlu kita pakai untuk menilai kebaikan dan keburukan mereka. Kita tidak bisa kalau terus-terusan begini. Perilaku manusia sudah banyak berubah. Kita harus punya bukti jelas sebagai dasar pertimbangan."
"Itu yang dari tadi kita sedang bincangkan. Anda hanya mengulang-ulang saja."
"Oh, saya kira, sudah ketemu solusinya," malaikat itu sedikit terkekeh.