Sedikit lagi logam pipih panjang bergerigi yang dari tadi terus bergetar setelah ditarik tuasnya, mengenai tubuh hamba. Seperti yang hamba lihat di kebanyakan teman yang sudah mengalami peristiwa itu, mereka menangis dengan mengeluarkan cairan putih pekat dan lekat. Tak ada teriakan di sana. Tak ada keluhan terdengar. Tak ada gugatan diajukan. Itu ditangkap hanyalah getah. Oleh sebab itu, sekarang hamba menggugat, Tuan.
Dalam dunia entah berantah -- pengarang pun tak tahu ada di mana -- kesaksian itu diceritakan. Di depan sebuah cerlang cemerlang yang berhak bicara gamblang, kesaksian itu disampaikan tegas dan mantap.
"Coba kau lanjutkan bicaramu," kata cerlang itu pun tidak kalah tegas.
"Begini, Tuan. Sila dengar baik-baik apa yang hendak hamba ucapkan. Hamba tidak akan mengurangi atau menambahkan. Barangkali Tuan pernah dengar dari teman-teman hamba yang sudah lebih dulu menghadap Tuan. Kami benar-benar tak mampu berbuat apa-apa."
Sebuah pohon dengan ranting bercabang-cabang, berkulit hitam dengan bekas sayatan di sana-sini, berdiri di tengah. Sebelah kanan dan kirinya ada dua makhluk lain sedang menunggu giliran. Tiba-tiba sesuatu berbentuk bibir kembali menonjol di tengah batang pohon itu.
"Tuan, sebelum hamba melanjutkan gugatan, izinkan hamba bertanya satu pertanyaan."
"Apa itu?"
Kali ini di bagian depan batang pohon paling atas, muncul dua mata. Sebuah ranting bergerak mendekati mata itu. Ranting itu menggesek-gesek mata, bagaikan ada sesuatu yang ditahan karena hendak keluar.
"Apakah semua makhluk mempunyai ... mempunyai ... ha ... hak hidup, Tuan?" Beberapa kata hilang dalam perkataan pohon, seperti tercekat di tenggorokan. Barangkali pohon sedikit tidak berani bicara terus terang di samping makhluk di sebelah kanannya yang terus menatapnya tajam. Makhluk itu memangku kedua tangan di dada.
"Mengapa kau tanya begitu?" lagi-lagi cerlang bicara tegas. Agaknya ketegasannya tak ada yang bisa menandingi. Cerlang itu selalu tegas dalam setiap perkataan.
Dunia tempat mereka bicara samar, antara ada dan tak ada. Sebagian makhluk menganggapnya dongeng, sebagian lagi begitu memercayai bahwa dunia itu benar-benar ada. Makhluk yang pernah ke sana tak akan pernah kembali.