Tidaklah menjadi rahasia, pada zaman serba digital sekarang, sebagian besar masyarakat beraktivitas menggunakan ponsel. Penggunaan internet mengekor di belakang.
Semua kebutuhan manusia seperti ada dalam ponsel dan internet. Tiap-tiap penyedia kebutuhan juga terus menyediakan dengan berbagai inovasi memikat.
Dari laporan layanan manajemen konten Hootsuite (Kompas, 23/02/2021), pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa (meningkat 15,5% atau 27 juta jiwa dibanding Januari 2020). Jumlah ini setara dengan 73,7% dari total penduduk Indonesia (tertulis di berita: 274,9 juta jiwa).
Saya satu di antaranya (barangkali Anda juga). Dalam 24 jam sehari, saya tidak bisa tidak menyentuh ponsel. Boleh jadi ponsel adalah benda dengan sidik jari terbanyak saya. Untuk laptop, masih bisa dikondisikan. Tetapi, ponsel seakan sudah jadi barang wajib (setidaknya guna bekerja). Begitu pun pengeluaran rutin untuk biaya internetnya.
Sebagai pemilik pribadi, kita diberi keleluasaan sebebas-bebasnya dalam menggunakan. Di mana saja dan kapan saja. Untuk keperluan apa saja.
Namun, pernahkah kita sadari, sebagian waktu jadi terbuang untuk hal-hal yang sebetulnya tidak perlu dilihat? Kita hanya duduk saja menikmati hiburan ponsel. Enak sih, terlalu enak bahkan.
Ini tidak terlalu masalah jika hal wajib telah dilakukan. Tetapi, semisal karena hal tersebut, pekerjaan terganggu, interaksi yang benar-benar sosial tidak terlaksanakan, kita kurang beraktivitas fisik, dan hal-hal lebih perlu lain terbengkalai, barangkali ini perlu disadari untuk dievaluasi.
Menyadari waktu banyak terbuang untuk hal-hal tidak perlu
Orang-orang yang bekerja di industri kreatif menggunakan ponsel, gawai lain, lengkap dengan internet untuk mencari penghasilan. Mereka menyediakan konten sebaik dan semenarik mungkin.
Sekarang timbul banyak pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada. Kreativitas berkembang luar biasa dan selalu saja seperti ada penikmatnya. Kita-kita ini, penikmat unggahan mereka di media sosial.
Pada sisi lain, disadari atau tidak, segala unggahan tidak semua bermanfaat -- bisa pula Anda nilai tetap bermanfaat tergantung sudut pandang.
Pernahkah kita hitung-hitung, berapa banyak waktu terkuras untuk menikmati itu? Apakah kita benar-benar perlu menikmatinya?
Menyadari bahwa rasa ingin tahu mudah sekali dikendalikan
Saya tahu, sebagian besar kita suka kebaruan. Di Kompasiana, itu jadi unsur penilaian artikel sehingga menyabet label pilihan. Hal-hal yang belum pernah diketahui akan beda rasanya dengan yang sudah dan dilihat berulang. Kepuasan tentu lebih klimaks untuk yang pertama kali dilihat.
Kebaruan itu sebagiannya timbul karena rasa ingin tahu. Setiap hari, otak kita berpikir dan ingin tahu selalu ada. Tingkatannya berbeda-beda tiap-tiap kita.
Ingin tahu terejawantahkan berbentuk pertanyaan. Ponsel dan internetnya menyediakan itu. Oleh sebab itu, sebagian kepuasan dari pertanyaan yang terjawab terjadi karena ponsel dan internetnya. Ini berhasil membuat orang-orang rebahan (termasuk saya). Hahaha...
Perlunya mengendalikan diri dari distraksi ponsel
Saya pribadi merasa perlu memberi perhatian untuk mengendalikan diri dalam penggunaan ponsel dan internetnya. Ini dilakukan agar hidup lebih tertata, semisal jam tidur tidak terganggu. Hal-hal penting seperti diulas di atas terlaksanakan baik. Beberapa di bawah barangkali bisa jadi masukan:
Sadari kelemahan
Apa kelemahan diri Anda?
Taruhlah saya. Suatu kali saya pernah dapat tawaran seseorang di media sosial untuk diajak bergabung pada sebuah aplikasi, yang itu juga media sosial.
Saya sadar bahwa saya lemah dalam mengendalikan diri untuk tidak menonton hiburan di media sosial. Agar kelemahan itu tidak lebih payah, saya menolak dengan baik tawaran orang itu. Saya mencukupkan diri dengan dua media sosial saja. Lebihnya, tidaklah perlu.
Disiplin diri
Waktu sehari tidaklah pernah berkurang. Sampai sekarang, masih 24 jam. Berapa darinya yang benar-benar produktif untuk kita? Sudahkah kita atur penggunaan setiap jam?
Barangkali sedikit mengekang, tetapi itu membantu agar semua agenda selesai. Semisal, untuk jam kerja, usahakanlah penggunaan ponsel hanya untuk bekerja.
Ketika bercengkerama dengan teman, abaikan ponsel selama itu. Tidak menjadi harus pula, kita mengecek seberapa banyak orang yang menyukai dan memberi komentar atas unggahan kita. Disiplin diri dalam penggunaan waktu dan ponsel. Efek dominonya, pengeluaran untuk biaya internet terkendali.
Pasang yang perlu saja
Berbagai aplikasi dengan daya tariknya di ponsel ada. Coba lihat lagi, aplikasi-aplikasi yang terpasang. Berapa sebetulnya yang benar-benar kita perlukan?
Pernahkah kita sengaja memilih dan memilahnya? Bagi aplikasi yang terkoneksi otomatis dengan internet, pemberitahuan hal-hal baru darinya muncul dengan sendirinya. Inilah awal-awal distraksi muncul. Ingin tahu terpancing. Barangkali kita perlu memasang yang penting saja.
fokus pada tujuan
Mengatasi distraksi paling efektif adalah dengan mengutamakan kembali fokus dan tujuan kita. Apa yang benar-benar jadi prioritas dan target?
Berapa banyak dan sudah selama apakah kita menekuninya? Penjenamaan diri seperti apa yang hendak dibangun? Barangkali kalau itu untuk bertahan hidup, utamakanlah. Jangan jadi sia-sia bahkan rusak dan terbengkalai hanya karena distraksi dari ponsel dan internetnya yang tidak perlu itu.
Akhir kata...
Tiap-tiap kita telah diberi daya pikir untuk jadi bijaksana. Saya tidak pernah menyalahkan kehadiran ponsel, internet, dan segala isinya. Itu sebuah keniscayaan.
Barangkali, kita yang perlu mengendalikan dan mengatur diri sebaik-baiknya. Godaan dan hiburan selalu ada dan selalu pula menyenangkan. Nikmatilah itu, jika yang prioritas telah dikerjakan.
...
Jakarta,
3 November 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H