Saat kami berbincang tentang keluarga masing-masing -- kami berbahasa Indonesia karena sudah terlalu lama tinggal di luar kota, Surti tiba-tiba menarik tanganku seperti ingin berkeliling di sekitar Joglo.
Karena sudah lama tidak bertemu, aku mengiyakan tanpa banyak tanya. Aku kembali mengelilingi Joglo yang tidak terlalu luas itu, memasuki ruang demi ruang di dalamnya. Anehnya, aku tidak bosan, meskipun tadi sudah melakukannya sendirian. Apakah kenangan bahagia memang tidak pernah membosankan?
Tidak berapa lama, ada suara mobil datang. Dua mobil, kulihat dari kejauhan. Ya, tepat seperti dugaanku, Tini dan Marni datang. Aku bersama Surti lantas kembali ke teras. Dengan bergegas, kami berlari ke arah mereka, memeluk erat-erat, lantas menciumi pipinya. Betapa kangen diriku bertemu mereka.
"Maaf, kami terlambat," kata Marni. Tini mau berucap, tetapi ia seperti menelan kembali perkataannya, karena barangkali sama dengan ucapan Marni.
"Ah! Kalian itu biasa memang. Suka terlambat. Tidak berubah, sudah tua begini, masih terlambat," kataku sembari bercanda. Kami berempat tertawa. Tanpa basa-basi, kami lekas pergi ke toilet di belakang Joglo. Masing-masing sudah membawa tas berisi sesuatu yang sudah kami sepakati sebelumnya.
Kemban Surti hijau gelap. Milik Tini tetap hitam. Marni pun masih merah. Kain jarik kami tetap sama, berwarna cokelat. Di depan cermin, aku menyisir rambut pendekku yang dari tadi sedikit berantakan.
Kami kembali ke teras Joglo. Apa pun yang terjadi, kami akan tetap melakukan kebiasaan itu. Meskipun kami sudah berada jauh satu sama lain, sulit bertemu hanya untuk bertegur sapa.
Meskipun masing-masing berupaya sebisa mungkin mengatur jadwal untuk setiap Minggu ketiga bulan Januari pada tahun kelima, berulang kali teratur demikian, berkumpul di teras Joglo ini. Meskipun Tole, teman lelaki kami itu sudah tidak mungkin lagi hadir.Â
Kami sudah berjanji, sebagai sahabat, bagaimana pun keadaannya, Joglo dan Cublak-Cublak Suweng adalah tali ikatan yang tidak bisa memisahkan kami.
Aku sudah menggenggam batu sejak datang ke Joglo ini. Aku tidak tahu, siapa yang akan kedapatan menyembunyikan batu itu nanti. Yang pasti, sehabis kami bermain, aku ingin melihat kembali pusara Tole, yang lebih dulu telah meninggalkan kami. Selamanya, bersama kenangan-kenangan indah, di Joglo ini.
...