Ada tiga anak perempuan berambut panjang, yang semua rambutnya terikat dengan sebuah karet gelang, sehingga rambut itu tidak berantakan. Mereka memakai kemban berwarna-warni. Ada yang hijau gelap, hitam, dan merah. Tetapi, mereka serempak mengenakan kain jarik cokelat sebagai bawahan, termasuk satu lagi anak perempuan yang entah mengapa rambutnya pendek sekali, tidak sampai sebahu. Kurasa dia sedikit tomboi.
Bersama seorang anak lelaki, keempat anak perempuan itu duduk bertumpu pada kaki yang telah dilipat dengan saling berhadapan. Seperti berpasangan, dua mata menatap dua mata. Tanpa disuruh, anak lelaki menelungkupkan tubuhnya tepat di tengah-tengah, dengan tersangga kedua lutut dan kedua telapak tangan menyentuh lantai. Otomatis, keempat anak gadis itu bisa melihat jelas punggung anak lelaki. Â
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundung gudhel
Pak Empong lerak-lerek
Sopo ngguyu ndelekakhe
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Aku sungguh tidak asing dengan lagu itu. Seorang anak perempuan menggerakkan tangan dari satu per satu telapak tangan kanan temannya yang sudah terbuka lebar, dengan tinggi sekepalan tangan di atas punggung anak lelaki.
Anak perempuan itu menggenggam sebuah batu kecil. Ia memegangnya dengan menguncupkan jari-jari. Aku mendengar lagu dinyanyikan sebanyak dua kali. Ketika usai, seluruh telapak tangan menutup. Batu itu entah berada di telapak tangan mana.Â