Pagi sudah mulai panas. Mentari perlahan meninggi, menyorotkan sinarnya pada atap seng stasiun, lantas terpantul ke arah pinggir rel, tepat menyinari sepatu pantofel si pria.
"Kamu benar, rela aku tinggalin?" sang wanita bertanya kembali. Kali ini tangannya membelai pipi si pria yang sempat menengok ke arah gadis itu.
"Demi cinta, mau tidak mau harus rela. Untuk masa depanmu, aku pasti rela. Untuk kemajuan kariermu. Masa depan kita nanti."
Gadis itu mendengar jelas percakapan mereka. Sang wanita akan pergi ke tempat lain untuk sekolah lagi. Tentu, si pria akan ditinggalkan selama beberapa waktu. Barangkali setahun, dua tahun, atau bisa lebih dari itu. Benarkah seorang pria bisa bertahan lama untuk setia tanpa cinta di dekatnya?
Mendadak toa pengumuman berbunyi. Petugas stasiun memberitahukan bahwa kereta yang akan mengantarkan sang wanita sekolah sebentar lagi datang. Sepasang kekasih itu berdiri.
Orang-orang di sekitar pun bersiap-siap. Mereka mendekat ke pinggir rel. Kaki mereka berdiri tepat di atas garis pembatas. Seorang petugas memberi aba-aba dengan mengibarkan bendera kecil. Sebuah peluit ditiup panjang.
"Aku tunggu kamu di sana," kata wanita itu. Ia kini memeluk tubuh si pria. Wajahnya berhadapan tepat pada bahu si pria. Kemeja putih yang pria itu kenakan berubah cokelat, menampakkan kulit bahunya yang tegap. Air mata mengalir membasahinya.
Sempat pula sang gadis melihat wajah si pria. Kendati si pria tidak menatap sang wanita, pandangannya yang ke arah kereta yang sedang mendekat tidak mampu menyembunyikan kesedihan.
Pria itu juga menangis. Bulir-bulir bening jatuh, belum sempat menetes ke tanah, ia sudah dengan cepat menyekanya. Ia tidak mau terlihat lemah di depan sang wanita. Pria terkadang memang pura-pura tegar, kendati hatinya harus hancur berantakan.Â
Sang wanita masuk ke dalam gerbong. Ia melambaikan tangan ke arah si pria. Si pria menyambutnya dengan juga melambaikan tangan. Kereta pun berangkat.
Pemandangan seperti itu semakin biasa dilihat sang gadis. Tidak hanya kekasih itu, pasangan-pasangan kekasih lain pun demikian. Sang gadis bergeser dari tempat duduknya. Ada seorang kakek menempati tempat duduknya.