"Apa tidak ada peliharaan lain yang sedikit lebih imut dan tidak malu-maluin jika dibawa ke taman? Aneh kamu itu!"
Aku bisa menerima seseorang memelihara kelinci atau Merpati. Yang paling umum memang anjing dan kucing. Tetapi, memelihara babi dalam rumah? Apalagi kalau babi itu sudah mendengus. Kencang sekali. Begitu jorok. Nafsu makanku hilang seketika.
Semakin ke sini, kulihat kau sedikit serakah membagikan kasih sayangmu pada hewan-hewan itu. Sebelum berangkat dan pulang kerja, kau lebih memperhatikan mereka. Kau rutin memandikan jika jadwalnya tiba. Kau memperbagus dan memperlebar sangkar agar hewan-hewanmu nyaman.
Kau pun selalu mengingatkanku untuk menengok tempat makan mereka, kali-kali sudah kosong.
"Jangan lupa! Jangan sampai makanan habis," perintahmu dengan suara keras lewat telepon saat itu.
Ketika babi, kelinci, dan Merpati itu sudah mulai dewasa dan cukup umur untuk kawin, kau dengan sengaja mengambil cuti satu hari dari bekerja, sekadar mencarikan pasangan mereka. Kau beli di pasar hewan, masing-masing mendapat satu betina.
Mereka berkelamin. Babi melahirkan enam anak. Kelinci melahirkan tujuh anak. Merpati bertelur lima buah. Anak-anak itu kau rawat lagi dengan penuh kasih sayang dan seluruh waktumu kau berikan, sehingga mereka besar dan kembali pula saling kawin, lantas beranak-pinak lagi, terus beranak-pinak, sampai-sampai ruang tamu kita sekarang penuh dengan hewan-hewanmu.Â
Kandang-kandang babi dan kelinci berserak di mana-mana. Sangkar-sangkar burung tergantung di sana-sini. Bau kotoran mereka begitu menyengat. Sungguh memabukkan!
Sementara aku setiap pagi tidak lagi merasakan kecupanmu. Tidak lagi mendapat belaianmu dan ucapan hangat selamat pagi sayang. Sebelum aku tidur, kau masih sibuk bermain-main dengan hewan-hewanmu. Kau terlalu serakah untuk tidak berbagi kasih sayang denganku. Semua kau berikan pada hewan-hewanmu itu.
Pagi ini ada sekumpulan babi. Sekumpulan kelinci. Ada pula sekumpulan Merpati. Kau sekarang terlihat seperti babi!
...