Sang kakek kembali membuka laci meja. Kali ini ia mengambil sebuah kantung berisi serbuk berwarna ungu.Â
"Ini harus diminum nanti malam. Jangan lupa, sebelum makan. Besok malam, Anda bisa nulis cerita unik tentang pelacur. Saya yakin, itu belum pernah ada dan belum pernah dibaca orang."
Karena tidak enak membuat orang lain menunggu, seusai menerima serbuk, wanita itu lekas-lekas bayar. Ia lantas pergi dan tibalah giliran saya.
Kata teman saya, Kakek itu dulu seorang penulis. Katanya lagi yang saya dengar seperti sebuah khayalan: ketika kakek itu membaca buku di atas meja, ia akan masuk secepat kilat seperti tersedot ke dalam buku yang sedang dibacanya.Â
Raganya menghilang. Buku itu bergerak-gerak sendiri. Halaman demi halaman terbuka cepat. Tidak berapa lama setelah halaman pertama dibuka, halaman terakhir terbuka pula.
Berbagai jenis buku cerita dari pengarang-pengarang besar, baik tipis maupun tebal, telah berhasil dirasukinya. Entah, semacam daya sihir atau bagaimana, selalu saja ia berhasil menjelaskan begitu tepat setiap adegan cerita dari seluruh buku yang terpajang rapi dalam beberapa tumpukan lemari yang sempat saya lihat sesak memenuhi ruangan-ruangan dalam rumahnya.
Apa memang begitu caranya membaca? Bagaimana pula pada umur yang sudah sangat tua, daya ingatnya masih tajam? Yang sulit saya percaya, hasil khayalan sang kakek dari berbagai cerita yang telah dibacanya menjelma dalam serbuk-serbuk itu. Bagaimana pula caranya? Entahlah.
"Kamu yakin, mau minum serbuk itu?" kata teman saya malam ini.
"Yakinlah. Untuk apa saya datang jauh-jauh ke sini kalau bukan karena ini?"
"Coba pikir baik. Yakin, besok kamu rela berubah?"
"Maksud kamu?"