Dilema rangkap tugas...
Jika kita mengukur dari segi penghasilan, rangkap tugas seharusnya diikuti dengan tambahan pendapatan. Ada tanggung jawab yang bertambah. Ada jumlah tugas yang meningkat. Potensi waktu bersama keluarga di rumah berkurang, karena semakin sibuk.
Sebetulnya, tidak semua kebahagiaan bisa diukur dengan uang. Ada yang memilih ingin punya waktu lebih banyak dengan keluarga meskipun penghasilan cukup sekian saja. Uang bertambah tetapi waktu berkurang bukanlah kebahagiaan baginya.
Jika tidak ada tambahan penghasilan, terjadilah dilema. Sebagai bawahan, wajib patuh pada perintah pimpinan dan loyal kepada perusahaan. Sebagai rekan kerja, tidak enak sudah diminta bantuan.
Sebagai anggota keluarga, sedih jika waktu yang dihabiskan di rumah kian sedikit. Belum lagi potensi terkuras pikiran, tenaga, dan emosi yang lebih banyak. Ini berlangsung linier sesuai pertambahan beban kerja.
Bagaimana menyikapi?
Pertama, kita dipercaya rangkap tugas karena dipandang mampu mengerjakan. Berarti, kita tergolong pegawai berkualitas dan bisa bekerja. Ini sebuah nilai tambah.
Jika kita menyikapi dengan menerima tugas itu, pandangan sekitar berpotensi semakin baik. Penilaian dari pimpinan semakin bagus. Pegawai yang meminta bantuan menjadi merasa berutang karena kita.
Kita seperti investasi bantuan saat masa depan. Maksudnya, ada kala pula nanti, karena suatu hal, kita meminta bantuan pegawai itu untuk merangkap tugas kita.
Mau dibilang ikhlas dalam membantu, pada kenyataan memang sebagian berharap dibantu karena telah membantu. Bukankah saling membantu sudah lazim adanya?
Jika dikerjakan sungguh-sungguh, ada kemungkinan pula kita menerima promosi jabatan. Ini sejalan dengan apresiasi pimpinan. Hasil pekerjaan pribadi bagus, ditambah mampu menyelesaikan pekerjaan orang lain dengan bagus pula.