Bersama ini, saya sudah menayangkan 614 tulisan dalam waktu kurang lebih satu tahun tiga bulan. Ada naik turun semangat di sana. Ada banyak kanal telah dituliskan.
Berawal dari fiksi, saya kini terjun dalam dunia opini. Bukan membatasi diri untuk satu kanal, tetapi lebih kepada mengutarakan hal-hal yang saya nilai benar sesuai logika dan memberi pertimbangan -- bersyukur jika mencerahkan -- bagi pembaca.
Sepanjang itu, saya terus belajar bagaimana menulis. Banyak tulisan sebagian Kompasianer menjadi inspirasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah teman dekat sehari-hari.
Sampai sekarang, saya menilai diri masih belum mahir dalam menulis. Kuantitas bukan jaminan. Saya gemas karena masih saja menemukan beberapa penyakit dalam tulisan saya.
Bermurah hati dalam memberi konjungsi
Dalam menjaga konsistensi menulis -- tidak sekadar menulis tetapi juga menjaga batasan kata dalam tulisan -- saya awal-awal kerap menggunakan taktik ini.Â
Memperbanyak pemakaian konjungsi.
Dan, serta, tetapi, meskipun, yang, melainkan, hanya, kecuali, dan seterusnya. Penyakit yang paling serius adalah "yang". Saya kerap jengkel, di mana-mana menemukan kata "yang" pada tulisan saya.
Tengoklah kalimat yang tercetak tebal. Itu kebanyakan "yang". Seandainya disederhanakan bisa: penyakit paling serius adalah "yang".
Terlalu banyak basa-basi
Ini juga. Sebagian pembaca suka dengan pembuka yang serius. Sebagian lagi ingin ringan-ringan di awal. Keduanya tentu lebih suka jika tulisan ada bobotnya. Bukan sekadar kumpulan basa-basi.
Saya semakin ke sini semakin membatasi basa-basi. Seperti tanya kabar, menyapa lewat salam, sok perhatian, dan sebagainya. Dalam rangka menjalin keakraban dengan pembaca, sungguh baik. Tetapi, kebanyakan jadi ternilai omong kosong.
Cerita keluar dari topik
Saya sangat berhati-hati dengan ini. Saya selalu membatasi kerangka tulisan seputar jawaban dari apa, siapa, mengapa, bagaimana, kapan, dan di mana, atas satu masalah yang sedang dibahas.
Terkadang, saya pernah keluar topik. Malah, lebih banyak cerita dibanding masalah utama. Bukan membahas masalah lebih fokus, saya ternyata hanya bercerita di luar topik.
Jawab lengkap yang dapat disederhanakan
Ketika sekolah dasar, saya diajari guru untuk jawab lengkap waktu menjawab pertanyaan berbentuk uraian. Secara psikologis, saya suka ketika sudah ada kalimat tertulis meskipun jawaban masih samar. Apalagi ada guru yang memberi nilai bonus sebagai upah menulis.
Saya termasuk jengkel jika jawab lengkap tidak disederhanakan dalam tulisan saya. Kalimat yang telah diulas tidak perlu ditulis ulang hampir sama panjang.
Contoh:
Ayah makan bersama ibu di pasar. Setelah itu, ia membeli ikan dan pisang goreng. Mereka pulang sambil bergandengan tangan.
Versi jawab lengkap yang menjengkelkan saya:
Ayah makan bersama ibu di pasar. Setelah makan bersama ibu, ia membeli ikan dan pisang goreng. Ayah dan ibu pulang sambil bergandengan tangan.
Makan bersama ibu harusnya bisa disingkat dengan "itu". Ayah dan ibu juga dapat diringkas dengan "mereka". Pengulangan yang memakan kata dan membuat bosan.
Akhiran -nya yang bisa dibuang
Akhiran -nya kerap kita gunakan sebagai kata ganti orang ketiga. Tetapi, sekali waktu, tanpa "-nya", kalimat sudah terbentuk. Tidak perlu menghadirkan "-nya". Saya selalu sorot penggunaan "-nya" dalam kalimat saya.
Contoh:
Ibu membeli pisang dan memotongnya dengan maksud hendak digoreng. Ia melihatnya, membuang bagiannya yang busuk, lalu membelah sisanya sama ukuran sehingga lebih sama matangnya nanti waktu digoreng.
Seharusnya bisa diringkas:
Ibu membeli pisang dan memotongnya dengan maksud hendak digoreng. Ia melihatnya, membuang bagian yang busuk, lalu membelah sisa sama ukuran sehingga lebih sama matang nanti waktu digoreng.
Akhiran "-nya" pada "bagiannya", "membelah sisanya", dan "matangnya" bisa dihapus. Pembaca sudah mengerti bahwa ketiga kata itu merujuk pada pisang.
Saya baca lagi tulisan
Oleh sebab itu, saya selalu membaca tulisan sebelum dan setelah tayang. Di samping mengecek salah ketik, kalimat-kalimat tidak efektif dan efisien saya buang.
Jujur, saya jengkel. Saya juga paham, sebagian pembaca ingin sesuatu yang selalu baru dalam bacaan. Jika diulang-ulang dan tidak ada isi, mungkin sebagian kecewa.
Ya, demi menjaga kualitas tulisan, yang sekiranya lebih berbobot daripada berbasa-basi, sunting tulisan saya beri perhatian lebih. Semoga tulisan ini bermanfaat.
...
Jakarta
3 Agustus 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H