Pada sisi lain, pernahkah kita temukan di lapangan, seseorang sedang bekerja dengan tulisan "Dilarang memberi tip" di bagian belakang seragam kerjanya? Saya pernah.
Atas hal itu, saya simpulkan perusahaan sudah tahu potensi penerimaan tip di lapangan dan saya begitu yakin mereka membentuk mental pegawai untuk tidak menerima tip.Â
Sayang, integritas menolak dihadapkan pada keinginan manusia memiliki uang. Siapa yang tidak suka uang, apalagi ada yang rela memberi? Uang panas pun sebagian sangat suka.
Tip sependektahuan saya, tidak diharuskan. Itu berdasarkan kerelaan pemberi. Jumlah pun terserah, bisa 10.000 Rupiah, 20.000 Rupiah, atau bahkan 50.000 Rupiah.
Membuat standar kepuasan lain
Seharusnya, kepuasan normal seorang pekerja hanya terjadi ketika ia telah menyelesaikan tugas sebaik-baiknya dan mendapat upah pantas karena itu. Tentu, hanya dari pihak pemberi kerja.
Jika kita memberi tip, sedikit banyak membuat standar lain. Kebiasaan yang terus berulang berpotensi menyenangkan si pekerja. Ia jadi berpikir dan merasa ada sumber pendapatan lain selain upah.
Karena sudah terbiasa, jika tidak menerima, boleh jadi mengurangi sukacitanya bekerja. Padahal, ia sudah menyelesaikan sebaik-baiknya pekerjaan, yang itu merupakan kepuasan normal yang seharusnya terjadi.Â
Seyogianya, tidak ada yang hilang dari tidak diterimanya tip itu.
Pelayanan bisa berbeda
Dari sisi pelanggan, perlakuan pekerja dalam melayani bisa berbeda. Pelanggan yang sering memberi tip mendapat pelayanan optimal, seperti didahulukan, beroleh senyuman, pekerja sangat ramah, mengucapkan terima kasih, dan seterusnya.