Hati saya terenyuh melihat satu berita yang terbaca di detik.com hari ini. Dikuatkan lagi dengan video youtube yang disebarkan teman di grup. Tentang seorang remaja yang terlindas ketika membuat konten video menyetop truk.
Ngeri, bukan? Sebelum tenggelam lebih jauh ke perasaan, ada baiknya kita selidiki beritanya.
Tertulis dari detik.com (14/07/2021), terjadi aksi membahayakan sekelompok pemuda di Cikarang Utara, Bekasi. Aksi itu berujung maut. Salah seorang pemuda tewas terlindas truk dalam aksi penghadangan yang diduga dibuat untuk sebuah konten.
Peristiwa mengenaskan itu terekam video dan viral di media sosial. Dalam rekaman video singkat memperlihatkan sejumlah pemuda berdiri di tengah jalan dan menghadang sebuah truk yang melintas. Beberapa pemuda mencoba menyetop truk. Namun, nahas, truk tidak mengerem hingga menabrak kelompok pemuda itu.
Kanit Laka Lantas Polres Metro Bekasi Iptu Carmin mengatakan peristiwa itu terjadi pada Minggu (11/07/2021). Carmin mengatakan satu orang tewas dan satu lainnya luka-luka akibat kejadian.
"Satu luka, yang satu meninggal. (Meninggal) di RS saat pengobatan. Sudah dimakamkan, lagi di-BAP dulu keluarganya ini, nanti hasilnya menyusul," kata Carmin saat dihubungi detikcom, Selasa (13/7/2021) malam.
Polisi masih menyelidiki kejadian. "Itu makanya kita panggil teman-temannya, sementara masih lidik (selidiki). Arahnya sih ke sana (buat konten). Cuma saksi kunci yang kita panggil ini belum datang," kata Carmin.
Menyimak komentar warganet di youtube di atas dan akun medsos lain yang menyebarkan, sebagian besar menyalahkan pembuat konten. "Mensyukurkan" bahwa yang terjadi pantas dialami. Mengapa bisa bertindak senekat dan sebodoh itu demi membuat konten? Itulah akibatnya.
Bahkan, ada yang senang, agar tindakan bodoh seperti itu berkurang saja dari muka bumi. Hanya sedikit komentar bermuatan simpati saya temukan atas reaksi seseorang setelah melihat kecelakaan.
Menyalahkan pembuat konten
Saya ingin menilik dari sudut pandang lain. Pastinya, sebagian kita ada yang memandang dan tidak habis pikir, mengapa demi konten viral, seseorang bisa sebegitunya berusaha tanpa berpikir panjang potensi hal-hal negatif ke depan.
Tidakkah ia berpikir, apakah konten itu mendidik? Mengapa ia ingin begitu viral kendati harus membuat konten sampah? Tahukah ia risiko yang mungkin dialami selama pengambilan konten? Tidakkah ia berpikir pula tentang nama baik keluarga yang bisa malu karena anggotanya terkenal tetapi memalukan?
Bila pembuat konten berpikir sejauh itu, tentu pertimbangan-pertimbangan melalui jawaban pertanyaan akan mengurungkan niatnya membuat konten sampah. Entah, ia sudah mempertimbangkan atau belum sebelum akhirnya membuat konten.
Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan pembuat konten. Apalagi, kedukaan sedang dialami. Sebaiknya, simpati lebih dikedepankan dengan menyatakan rasa belasungkawa.
Hukum permintaan dan penawaran
Pada sisi lain, konten menjadi viral (tanpa memandang kualitas konten) karena ada yang menonton. Ya, sebab kita-kita ini. Menekan tombol suka, memberi komentar, dan membagikan di media sosial.
Mau bagus atau jelek, saat telah menyimak bahkan berkomentar, kita sudah urun usaha untuk menenarkan. Baik hujatan dari pembenci maupun pujian dari penggemar sama-sama berperan memopulerkan pembuat konten.
Pembuat konten masa bodoh, yang penting ada komentar. Tidak jarang kan, ada pembuat konten terlihat seperti mengemis-ngemis komentar?
Lantas, sedikit banyak berpengaruh pada jumlah pengikut si pembuat konten. Sebagian penonton akan mencari akun media sosial aslinya, jika konten viral lewat akun orang lain.Â
Si pembuat konten merasa di atas angin. Dirinya dikenal banyak orang. Ia tidak berpikir panjang, kontennya sampah.
Pembuat konten juga belajar mengamati konten seperti apa yang gampang diviralkan dan disukai penonton. Ia melihat permintaan di media sosial. Ia melihat barang yang sedang dan berpotensi diminati. Kemudian, ia menawarkan.
Sebuah solusi agar tidak terjadi kembali
Kesimpulannya, tidak semua pembuat konten mampu berpikir panjang atas dampak konten yang dibuatnya. Pada sisi lain, kita sebagai penonton sebaiknya tidak memberi ruang bagi konten sampah untuk populer.
Marilah kita mulai memopulerkan konten-konten mendidik. Jika arah permintaan penonton beralih, bukan tidak mungkin pembuat konten juga berlomba menyediakan konten mendidik.
Viral atau tidak sebuah konten merupakan sumbangsih dari pembenci dan penggemar. Jika kita tidak ingin semakin banyak konten tidak bermutu viral, janganlah menonton.
Jangan bantu menenarkan. Abaikan saja! Nanti, setelah permintaan sepi (konten seperti itu tidak ada yang melihat sehingga tidak bisa tenar karenanya), mereka pasti berhenti menawarkan.Â
Penonton memiliki andil besar dalam memviralkan konten. Juga menyelamatkan si pembuat konten dari potensi kecelakaan selama pembuatan konten sampah.
...
Jakarta
15 Juli 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H