Jalan tidak termasuk bagian yang dibeli pemilik rumah
Pada kenyataan, jalan di depan rumah tidak dibeli pemilik rumah. Pemilik rumah hanya punya bangunan rumah, halaman depan dalam rumah, dan sedikit pagar yang membatasi antara halaman dengan jalan depan rumah.Â
Tidak pernah ia punya sertifikat atas sebidang tanah yang telah diaspal di depan rumah. Itu adalah fasilitas umum, yang dipergunakan oleh banyak orang. Siapa pun bebas melintas di situ.Â
Lantas, mengapa ia sesuka hati melarang? Adakah hak untuk melarang? Bolehkah ia mengklaim fasilitas umum sebagai milik pribadi, yang tidak boleh digunakan sembarang orang?
Tidak dibenarkan pula...
Orang juga tidak boleh parkir di tepi jalan di depan rumah. Ketika hendak membeli kendaraan besar, sudah harus sepaket dengan penyediaan garasi dalam rumah.
Ya, rumah kendaraan adalah garasi. Lebih awet pula kendaraannya karena garasi punya atap. Sementara di jalan, tersengat panas dan terguyur air hujan. Belum lagi terkena hempasan debu jalanan.
Memarkirkan kendaraan di tepi jalan -- apalagi pada jalan gang antarrumah yang hanya muat dua mobil ketika berpapasan -- sangat berpotensi menimbulkan kemacetan. Kalau mobilnya besar, bisa memakan separuh badan jalan. Tidak sebatas pada mobil orang, mobil pemilik rumah juga sama potensinya.
Betapa merugikan orang-orang. Orang lain harus berputar mencari jalan. Ada yang terpaksa menunggu di belakang kendaraan sembari terpapar asap knalpot. Klakson pun saling bunyi pertanda tidak sabar. Gegara seseorang parkir di tepi jalan.
Akhir kata...
Hahaha.... Sebenarnya mau ke mana arah tulisan ini?Â