Seorang wanita menunggu dari dalam kamar. Ia melihat jam dinding. Seharusnya, apa yang dia beli dua hari lalu sampai. Ia menengok ke luar rumah lewat jendela.
Seorang petugas berbaju hijau datang. Wanita itu senang sekali. Ia menerima sebuah barang. Ia membuka isinya. Bungkusnya ia lemparkan ke tong sampah.
"Paket!", Sebagian kita senang jika ada seseorang menyerukan itu. Pertanda barang telah sampai. Entah dari belanja daring atau pemberian seseorang. Bila dari yang disayangi, cie cie... Hahaha...
Semakin cepat kiriman datang, semakin suka. Kita tidak ingin lama-lama. Biasanya, kita gunakan jasa antar yang lebih mahal harganya agar lebih cepat sampai.
Ya, saat sekarang di mana mobilitas dibatasi dalam rangka pengendalian penyebaran virus Corona, transaksi jual beli daring marak dilakukan. Ini lebih praktis ketimbang harus ke pusat perbelanjaan.
Tinggal pilih di etalase toko daring, siapkan biodata penerima, lakukan transaksi pembayaran, dan tunggulah beberapa hari. Bagi yang tidak mampu mengendalikan nafsu belanja, terkadang kalap. Hahaha...
Namun, pernahkah kita simak sejenak, kelakuan kita selepas membuka paket? Adakah di antara Saudara yang membuang bungkusnya begitu saja ke tong sampah? Kiranya ke depan, hal ini perlu diubah.
Data dalam sebuah bungkus
Dalam sebuah bungkus paket, terdapat dua data penting, yaitu data pengirim dan penerima. Pihak pengirim adalah orang yang menjual barang atau mengirim paket ke kita.
Sementara data penerima berisi biodata kita. Keduanya minimal berupa nama, alamat, dan nomor telepon. Ada pula yang disertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP dan barcode -- untuk memudahkan penjualan.
Sebetulnya, kedua data itu telah diketahui dua pihak sebelumnya, yaitu pengirim dan kurir. Saya tidak menaruh prasangka buruk terhadap kurir, karena sudah tugasnya mengantar.Â
Perihal dia memfoto, pasti untuk keperluan pelacakan lokasi atau bukti penyelesaian tugas. Biasanya, ia akan mengabadikan momen saat barang sudah sampai ke tangan penerima.
Namun, lain hal dengan orang lain yang menemukan bungkus paket yang kita buang di tong sampah. Kita mungkin berpikir, buat apa orang cari-cari sampah? Kurang kerjaan saja! Kita tidak pernah tahu. Yang pasti, ada data di sana.
Potensi penyalahgunaan
Nama, alamat, nomor telepon, NIK, dan informasi pada barcode sangat rentan disalahgunakan. Bisa dipakai orang untuk kejahatan penipuan, mengatasnamakan kita.
Membuat aplikasi tertentu yang mensyaratkan pengisian data tersebut juga boleh jadi. Apalagi jika digunakan untuk belanja daring yang menimbulkan tagihan. Ketika dialamatkan ke kita, kita kelabakan. Siapa yang belanja, siapa yang membayar?
Kita sangat mafhum, begitu mudah sekarang nomor ponsel bertebaran ke mana-mana. Tiba-tiba saja ada panggilan masuk menawarkan ini dan itu. Ini pun kita tidak berkenan, bukan?
Perlindungan data pribadi
Atas kejahatan penyalahgunaan data pribadi, pihak berwenang telah memberikan perhatian lebih. Apalagi zaman serba digital sekarang. Alamat surat elektronik kita pun tidak terkecuali merupakan hal penting untuk dilindungi.
Ditulis dari tirto.id:
Perlindungan data pribadi semakin mendesak di era pesatnya perkembangan teknologi digital. Data pribadi disebut-sebut sebagai jenis kekayaan baru yang nilainya melebihi minyak bumi, kata Anggota Komisi I DPR RI Abdul Kadir Karding.
Oleh sebab itu, Karding bilang undang-undang perlindungan data menjadi syarat mutlak perdagangan antarbangsa. Sehingga mau tidak mau Indonesia harus memiliki UU perlindungan data pribadi.
Mengutip dari kominfo.go.id, sebetulnya Indonesia telah memiliki peraturan terkait perlindungan data pribadi. Tepatnya, setara peraturan Menteri (Peraturan Menteri (Permen) No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) ditetapkan 7 November 2016, diundangkan dan berlaku sejak 1 Desember 2016).
Peraturan ini adalah satu dari 21 Permen yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 82 / 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) yang diundangkan dan berlaku sejak 15 Oktober 2012.Â
Undang-Undang khusus Perlindungan Data Pribadi, kabarnya, tengah digodok di meja parlemen.
Alternatif melindungi diri sendiri
Kita bisa melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi data pribadi, dimulai dari hati-hati saat membuang bungkus paket. Ada empat cara yang dapat mengamankan.
Pertama, coret bungkus paket tepat di bagian data. Pastikan semua tertutup hitam sempurna dengan tinta pena atau tipe-x sampai tidak terbaca.Â
Kedua, sobek-sobek tepat pula di bagian itu. Jadikan serpihan-serpihan kecil, sehingga sulit dirangkai dengan dilem kembali. Mengumpulkannya saja repot.
Alternatif bakar dengan api juga boleh diterapkan. Hanguskan menjadi abu. Tidak ada yang tersisa. Ini cara teraman melindungi data.Â
Terakhir, boleh kita simpan saja. Mana tahu, alamat pengirim masih diperlukan.
Kata-kata penutup
Kita tidak boleh bermain-main dengan data pribadi. Siapa pun bisa menyalahgunakan, entah untuk kepentingan apa. Jika di luar izin kita, sudah pasti maksudnya merugikan.
Agar tidak terjadi, marilah kita lindungi data pribadi. Dimulai dari hati-hati dalam membuang bungkus paket. Semoga catatan ini bermanfaat.
Jakarta
11 Juli 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H