Setiap masa ada baik buruknya
Begitulah, ketika orang sedang kesal, mata dan nuraninya sulit melihat kebaikan. Percaya atau tidak? Lelaki itu tidak ingat, sekarang sudah ada wanita yang menemaninya.
Ia tidak diejek lagi oleh kawannya sebagai bujang lapuk. Ada yang menata dan menyiapkan pakaian kantornya. Rumah yang dia beli bersih tertata rapi di tangan istri. Anak-anak terasuh dengan baik.
Hanya karena pencemburu dan suka ngomel, kebaikan-kebaikan istrinya luput dilihat. Ia lebih memilih mengulas kebaikan pada keadaan masa lalu.
Ya, setiap masa ada baik buruknya. Waktu sendiri dulu, ia memang bebas ke mana-mana, tetapi ia tidak ada yang menopang saat jatuh. Ia sendirian. Ia terpuruk tanpa ada orang dekat yang menolong.Â
Mengingat masa lalu lebih baik berpotensi menambah penyesalan
Saat lelaki itu ingat masa lalu lebih baik, perlahan timbul penyesalan setelah menikah. Ia merasa dikekang dan mungkin jika terlalu jenuh, berpotensi terjadi perceraian.
Hidup bersama istri yang suka mengomel dan menjadikan keburukan itu sebagai perbuatan yang terus melukai hati tanpa mau menerima atau mengubah kelemahan pribadinya (saya yakin pasti ada sebab masuk akal seorang istri mengomel), hanya membuat dirinya semakin menyesal dan lebih ingin sendiri.
Ia akan terus mengingat masa lalu. Ia ingin kembali ke sana. Seandainya ada orang menjual mesin waktu, berapa pun harganya, pasti ia beli.
Mencari kebaikan masa kini bisa menyeimbangkan pikiran
Apakah salah mengingat masa lalu dan hal-halnya yang baik? Sama sekali tidak. Tetapi, ternilai tidak bijak dan tidak setara dengan keadaan masa kini. Istilah orang, apple to apple.