Senja sudah datang. Matahari perlahan seperti meredupkan sinarnya. Awan-awan hitam pekat berdatangan, berkumpul, pertanda sebentar lagi hujan.
Para pekerja bersiap-siap pulang. Seorang pekerja mendatangi meja kerja temannya. Ia menggelengkan kepala. Ia heran dengan betapa berantakan kondisi meja itu.Â
"Pasti di rumahnya, ini anak malas bersih-bersih," katanya pada saya tentang rekannya itu. Saya tersenyum di sebelah meja.
Tulisan ini terinspirasi dari perbincangan antara saya dengan seorang rekan kerja. Beliau bercakap dan menyimpulkan bahwa kebiasaan baik terbentuk hanya dari rumah.
Apa yang terlihat di ruang kerja adalah penjelmaan dari kebiasaan yang dilakukan di rumah. Tanpa perlu menemuinya jauh-jauh ke rumah, kita sudah tahu perilakunya.
Kebiasaan itu terbawa ke mana saja, termasuk di kantor. Seperti ilustrasi, orang yang meja kerjanya bersih, berarti ia cinta kebersihan dan tentu sering bersih-bersih di rumah.
Orang yang kerap datang terlambat untuk presensi, kemungkinan besar ia tidak disiplin dan melanggar waktu di rumah. Orang yang berani melawan orangtua, boleh jadi pula berani melawan atasan.Â
Orang yang melahirkannya saja dilawan, apalagi orang lain yang tidak terlalu dekat dengannya.
Apa iya, dapat dipastikan bahwa kebiasaan di rumah selalu terbawa ke mana-mana? Apakah mungkin seseorang bisa berbeda antara di rumah dan di tempat lain? Â
Rumah adalah tempat pertama fase kehidupan
Kita paham betul, sebelum masuk ke fase dewasa dan menikah, lalu tinggal bersama orang lain dan menetap di tempat lain, rumah adalah lokasi pertama, tempat belajar seputar kehidupan.
Sebagai anak, mulai bangun tidur hingga kembali menutup mata, orangtua dan anggota keluarga (semisal kakak dan adik) adalah pribadi terdekat yang memengaruhi karakter kita.
Kita belajar banyak dari rumah. Sejak kecil, telah dipahamkan bagaimana cara berdoa. Jangan pernah tinggalkan ibadah. Bantulah orang-orang di sekitar. Biasanya terucap dari ayah dan ibu.
Itu dikatakan berulang-ulang. Terekam di memori dengan sempurna. Dinyatakan dalam bentuk perilaku dan ucapan, jika betul-betul patuh pada nasihat. Dari kecil telah dibiasakan, dilatih, dan diharapkan menjadi orang baik.
Pentingnya teladan orangtua
Orangtua mengambil peran penting dalam membentuk kebiasaan baik anak. Tidak mungkin anak tidak merokok jika melihat bapaknya merokok. Besar kemungkinan anak genit terhadap perempuan, bila melihat bapaknya suka main perempuan.
Jika ibunya rajin bersih-bersih, anaknya pun perlahan mengikuti. Selain pintar-pintar ibu mengajarinya -- semisal dari kecil diupahi seusai menyapu -- boleh pula ditanamkan pemikiran baik dalam benak anak.
Dipahamkan bahwa bersih-bersih rumah bukan sekadar pekerjaan ibu. Anak juga wajib mengambil peran. Ini demi kebaikannya. Selain sebagai pelaksanaan perintah agama, banyak hal boleh dilatih.
Kebersihan memicu terjadinya hidup sehat. Kerja bakti membersihkan rumah mencerminkan ada perilaku saling menolong antaranggota keluarga.Â
Bersih-bersih juga berguna menjaga berat badan, karena terjadi pergerakan fisik di sana dan pembakaran kalori yang telah dikonsumsi. Budaya bersih-bersih akan selalu berguna sampai tua, di mana pun dan kapan pun.
Dengan filosofi benar yang perlahan ditanamkan dan pandangan bahwa betapa bermanfaat bersih-bersih, anak mulai mengerti dan mengerjakannya, bersamaan dengan kebiasaan orangtuanya yang memberi teladan.
Lebih banyak waktu dihabiskan di rumah
Pembiasaan kebiasaan baik pun sangat berpotensi besar terjadi di rumah, karena lebih banyak waktu dalam sehari dihabiskan di sana. Taruhlah anak sekolah selama delapan jam. Kemudian ia bermain bersama teman selama tiga jam. Sisanya, tiga belas jam, anak berdiam diri di rumah.
Bagi yang telah bekerja, hampir setengah hari dihabiskan di kantor. Selebihnya, ada di rumah. Jika akhir pekan, sepenuhnya di rumah (semisal tidak ada jalan-jalan keluar).
Seminggu, kita lebih banyak di rumah. Lokasi tempat melatih kebiasaan baik dengan waktu yang lebih banyak tersedia. Setelah keluar, apa yang dibiasakan di rumah, kemungkinan besar terbawa.
Seperti ilustrasi. Orang yang suka bersih-bersih di rumah, hampir bisa dipastikan meja kerjanya pun bersih.
Kejadian saya
Mama saya orangnya suka bersih-bersih. Beliau paling tidak suka jika melihat toilet kotor dan ada bercak-bercak cokelat. Seketika meskipun kurang enak badan, toilet itu dibersihkannya.
Beliau paling tidak suka menunda untuk bersih-bersih. Anak-anak (saya dan ketiga kakak) sudah terbiasa dibagi tugas, semisal siapa menyapu, siapa mengepel, dan siapa menyiram tanaman.
Saya pribadi mengerjakan dengan sepenuh hati, karena sosok yang memerintah adalah sosok yang melakukan. Saya tidak tega melihat mama kecapaian. Siapa lagi yang bantu mama bersih-bersih rumah jika bukan anak-anaknya?
Hingga dewasa sekarang, tangan saya sangat akrab memegang sapu, memeras kain pel, dan mencuci piring. Tidak ada rasa malu untuk mengerjakan itu semua. Filosofi bersih-bersih seperti diulas di atas tertanam baik pada ingatan saya.
Akhir kata...
Setiap orangtua tidak bisa berharap anaknya hebat di luar, jika selama di rumah tidak diajar dan dilatih dengan baik. Waktu lebih banyak tersedia di rumah dan sangat berpotensi besar digunakan untuk membentuk kebiasaan baik anak.
Kebiasaan baik yang telah berakar sejak di rumah akan terbawa keluar, di mana pun dan kapan pun. Ini tentu membentuk pandangan dan penilaian baik orang-orang di sekitar.
Rumah adalah tempat belajar berbuat baik. Membiasakan diri melakukan pekerjaan-pekerjaan baik. Teladan orangtua berpengaruh kuat di sini. Sebagian besar hal yang terjadi di luar, dapat disimpulkan seperti itu adanya yang biasa dilakukan di dalam rumah.
...
Jakarta
25 Juni 2021
Sang Babu Rakyat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI