Seorang lelaki mengantre di depan kasir suatu pasar swalayan. Tangannya menenteng banyak plastik belanjaan. Saat itu memang waktunya belanja bulanan.
Ia maju selangkah. Pembeli di depannya selesai membayar. "Semuanya 300 ribu, Mas," kata kasir seusai memeriksa seluruh harga belanjaannya. Ia membuka dompet. Begitu tipis. Ia mengeluarkan sebuah kartu. "Debet ya Mbak," katanya pada kasir itu.
Suatu saat, saya pernah lihat dompet teman di atas meja di kontrakannya. Saat itu, saya diminta tolong untuk mengambil selembar uang guna membayar suatu barang. Saya bukalah dompetnya.
Di sana, hanya ada satu lembar uang berwarna merah muda (baca: seratus ribu). Sisanya kartu dan bon. Setelah saya konfirmasi, ternyata memang teman saya itu tidak suka bawa banyak uang.
Hampir segala transaksi belanja dilakukannya secara daring, dengan pembayaran bermetode mobile banking. Uang di dompet hanya untuk makan sehari-hari.
Saya pribadi...
Saya termasuk orang bertipe seperti ilustrasi di atas. Sama pula dengan teman saya itu. Kendati tidak punya mobile banking, saya lebih suka memegang kas sedikit di dompet dan berbelanja ke mal lewat gesek kartu.
Ini tidak terjadi begitu saja. Berdasarkan pengalaman, muncullah alasannya.Â
Tidak suka dompet tebal
Saya tidak suka punya dompet tebal-tebal. Ketika dimasukkan ke saku celana bagian belakang, waktu duduk, itu sangat mengganggu. Rasanya pantat tidak sejajar. Ada yang mengganjal. Miring ke kiri (saku di sebelah kanan).
Berkali-kali kalau duduk di kursi kerja, saya pasti ambil dompet itu dan masukkan ke laci. Kebetulan, para pegawai kantor jujur semua. Jadi, saya tenang sekaligus nyaman saat bekerja.
Tidak gemar melihat uang banyak
Saya juga tidak suka melihat banyak uang. Cukup sedikit saja dan seperlunya. Jika banyak dan berserakan -- seperti pecahan dua ribu, lima ribu, dan sepuluh ribu -- entah kenapa itu bisa cepat sekali habis daripada selembar uang seratus ribu.
Ada perasaan gampang saja membelanjakannya. Sementara untuk uang besar, sayang jika tidak perlu-perlu amat. Uang kecil gampang "raib". Hahaha...
Menjaga nafsu
Dengan tidak melihat uang banyak -- padahal di kartu sangat banyak jumlahnya (sombong amat, hahaha...) -- saya melatih diri menjaga nafsu belanja. Seakan-akan saya memosisikan tidak punya uang dengan bukti sedikit uang di dompet.
Saya ikhlaskan uang itu terbelanjakan untuk bahan-bahan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Untuk keinginan, pikir-pikir dahulu. Sesekali boleh dibelikan.
Berhemat dan bisa menabung
Menyimpan uang dalam deposit pada kartu adalah salah satu bentuk saya berhemat dan menabung, sekaligus menghargai keringat atas kerja keras. Tuntutan harus ke mesin ATM yang sesekali lumayan jauh, guna mengambil uang, membuat saya malas bila keseringan.
Memang, saya sengaja atur seperti itu. Sekali ambil, secukupnya saja. Sisanya ditabung untuk masa depan. Tidak mudahkan kita belanja di sekitar -- semisal pasar tradisional atau toko kelontong -- jika yang ada hanya kartu ATM?
Meminimalisir terjadi kejahatan
Ketika membuka dompet di tempat publik atau sedikit dompet kita terlihat di bagian belakang celana -- kebetulan uangnya bernominal besar dan banyak -- sedikit banyak dapat memancing nafsu jahat orang di sekitar.
Kita tidak pernah tahu, mereka seperti apa. Tetapi, yang jelas, banyak kejahatan terjadi karena uang. Lebih baik tipis saja tetapi banyak uang di tabungan.
Kebiasaan menumpuk struk
Selain uang dan kartu, ada lagi teman baiknya yang kerap memenuhi dompet saya. Namanya struk. Sebagian besar berupa bon belanja, nota laundry, dan struk ATM.
Entah kenapa, jadi kebiasaan bagi saya, setiap usai bertransaksi, saya simpan begitu saja dalam dompet. Sesekali ketika bertumpuk -- sampai tulisan di struk pudar -- menambah ketebalan dompet pula.
Setelah membaca sebuah artikel, saya kaget. Ternyata, tidak baik menyimpan terlalu lama struk-struk itu. Di hellosehat.com dituliskan:
Tidak banyak yang tahu jika struk belanjaan mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh. Zat tersebut adalah BPA atau Bisphenol A.
BPA merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan untuk mengeraskan plastik. Bahan kimia ini biasa Anda temukan pada plastik wadah makanan, botol plastik, hingga struk kertas belanja.
Pada penelitian yang melibatkan hewan percobaan, BPA ternyata bisa mengganggu fungsi hormon endokrin. Hal tersebut dikarenakan kandungan yang ada pada BPA berefek sama dengan hormon estrogen yang bisa menyebabkan perubahan kelenjar prostat dan jaringan payudara.
Walaupun efek buruk BPA baru terbukti pada hewan, para peneliti menganjurkan sebaiknya tetap menghindari hal-hal yang mengandung BPA.
Catatan ini begitu penting. Sebaiknya sekenanya saja menyimpannya. Jika tidak perlu, buang saja. Sekaligus mengurangi ketebalan dompet. Tulisan selengkapnya ada di sini.
Akhir kata...
Kalau dompet Anda tidak ada sedikit pun baik uang maupun kartu -- ada kartu juga tidak ada saldonya -- silakan bersedih. Saya pun pernah dalam situasi sama dengan Anda.
Tabungan berisi recehan terpaksa saya pecah. Duit-duit lima ratus dan seribu perak yang biasanya tergeletak begitu saja, menjadi naik kelas dan terlalu berharga.
Tentu, ada yang salah dengan pengelolaan keuangan kita. Tiap-tiap kita yang lebih tahu dan paham solusinya. Jika belanja kebanyakan, direm. Bila pendapatan sedikit, bekerja lebih keras.
Jika masih saja dompet kosong, ya nasib! Nikmati saja. Mungkin saatnya kita puasa. Hahaha...
Jadi, Anda lebih suka bawa banyak uang atau cukup kartu?
...
Jakarta
24 Mei 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H