Dengan mainan stetoskop yang dibeli papa tiga hari lalu, dia memperagakan gaya memeriksa pasien. Diarahkan ujung stetoskop ke dada salah satu temannya. Matanya terpejam. Seakan-akan fokus mendengar denyut jantung temannya.
"Kamu lagi sakit ya? Ini obatnya ya" Desi menuliskan beberapa kata di selembar kertas, yang menurutnya seperti resep obat. Tulisan itu sama jeleknya dengan tulisan yang dilihat di televisi tadi siang. Acara dokter-dokteran.
Tak beberapa lama, diselipkan resep itu ke tangan temannya. "Kamu harus sembuh ya. Ini gratis, tidak perlu bayar. Desi ikhlas menolong orang" Dia seperti terpanggil membantu tanpa dibalas. Seperti itu yang diajarkan acara itu.
Temannya yang lain diminta berbaring telentang di atas sofa di sudut ruangan itu. Dia ingin mencontohkan cara memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pada orang yang tidak sadar. Sepertinya, dia mengikuti acara itu dengan sangat saksama.
"Diam ya, jangan bergerak. Yang lain, coba lihat ini" Dengan suara lantang dia berujar. Dia berharap semua teman memperhatikan. Temannya kembali terhipnotis. Suaranya memang berkarisma sejak tiga tahun. Besar dan tegas, pengucapan kata sangat jelas. Papa dan mama langsung mengerti dengan sekali mendengar.
Tanpa perlawanan, temannya itu mempersilakan Desi meraba bagian dadanya. Dipegangnya dada temannya yang berbulu itu. Sesekali, telinganya didekatkan ke mulut temannya.
Hidungnya membaui napas temannya. Dada itu ditekan sangat perlahan. Tentu, dia ingin menolong tetapi tetap hati-hati, supaya tidak melukai. Temannya pasrah saja.
"Begini ya, cara menolong orang. Tolong dilihat baik-baik. Jangan sampai salah" Dia mengajari teman-temannya. Wajahnya bangga, seperti ekspresi yang ditangkapnya di acara itu. "Kita harus bangga bila hidup kita berguna" Kesimpulan acara itu.
Karena waktu sudah pukul tujuh dan dia rasa semua adegan acara itu telah ditunjukan, Desi mengakhiri peragaannya. Saatnya makan malam tiba. Dia tidak tega teman-temannya kelaparan. Dia tahu, pasti temannya kelelahan mendengar dari tadi dia berbicara.
Sebagai ucapan terima kasih telah menemani, malam itu diambilnya beberapa potong roti dan ditaruh di atas piring tepat di hadapan teman-temannya. Tak lupa, beberapa gelas air putih tersaji. Kipas angin di atas meja dinyalakan.
Sembari makan, dia mengeluarkan beberapa candaan. Dia tertawa terbahak-bahak. Keras sekali. Hingga mungkin, seseorang di toilet belakang rumahnya bisa mendengar.