Di sebuah fakultas Sastra Universitas Negeri di Kota B, terdapat dua prodi, yaitu cerpen dan puisi. Selain itu, ada novel, esai, hikayat, dan karya sastra lainnya. Penamaan prodi disesuaikan dengan karya sastra yang sedang berkembang dan diminati.
Latar belakang pembentukan prodi semata-mata sebagai bentuk keprihatinan akan rendahnya minat baca di negeri itu. Diharapkan pula, seluruh lulusan benar-benar menekuni ilmunya sebagai sastrawan dan menelurkan tulisan-tulisan yang mampu menarik minat baca.
Adalah seorang lelaki yang menempuh prodi cerpen. Tahun ini tahun keempat, saatnya membuat skripsi. Dia tertarik mengambil prodi itu, karena pertama kali mendengar pembacaan cerpen Seno Gumira Ajidarma, dia langsung jatuh cinta. Saat itu berjudul "Manusia Kamar".
Di sela pendidikan, dia diam-diam menaruh hati pada seorang penyair di prodi puisi. Cinta keduanya setelah literasi. Awal momen mereka bertemu ketika festival literasi di aula universitas itu.
"Bro, bagus ya pembacaan puisinya" Kata lelaki itu pada teman di sampingnya. Hasil penilaian setelah mengamati wanita penyair itu berpuisi.
"Iya bro, aku merinding mendengarnya. Setiap kata seperti merasuk ke jiwa"
"Kok kamu jadi ikutan berpuisi?" Lelaki itu meledek.
Sejak saat itu, lelaki itu selalu mengikuti acara di mana dia tampil. Hampir tidak pernah terlewat hadir saat-saat dia membaca puisi. Bahkan, sesekali cerpennya terbengkalai dibuatnya.
Kerajinannya hadir menarik perhatian wanita itu. Dia merasa ada yang aneh, mengapa lelaki itu selalu ada di setiap dia membaca puisi. Akhirnya, seperti ada dorongan, wanita itu bertanya.
"Selamat malam, Mas. Mas dari prodi cerpen ya?" Diam-diam wanita itu menyelidiki asalnya.
"Kok tahu?" Lelaki itu tersipu malu menjawab.
"Tahulah, kan kita satu universitas. Gampang itu mencarinya, hehehe... Terima kasih ya Mas, selalu hadir di acaraku" Sahut wanita pecinta karya Joko Pinurbo itu.
Lelaki itu tak bisa menjawab. Pipinya tampak kemerah-merahan.
***
Percakapan itu membuat dia terbayang dan terbayang selalu dengan wanita itu. Hatinya merasakan kehangatan getaran setiap mengingat cara wanita itu membaca. Namanya jatuh cinta, tanpa disadari dia mengikuti kesukaannya. Menulis puisi di sela cerpennya.
Aku Mencintaimu di Sela-sela Cerpenku
Kau tahu aku suka menulis cerpen, bukan?
Sebuah cerita pendek tentang kehidupan. Kehidupan yang tak pernah selesai diceritakan, tak pernah cukup kata-kata melukiskan.
Layaknya pagi di awal hari, dia selalu baru selaras pergantian hari. Ada yang tertebak, ada pula yang tak terduga.
Salah satunya, cintaku. Di antara berbagai cerpenku, aku berusaha menggambarkan dirimu, dan melukiskan besarnya cintaku padamu.
Aku menyelundupkan cinta di sela cerpenku. Menemukan keindahanmu di beberapa aksara, merasakan emosi jiwamu di alur cerita, dan menenangkan kegundahanmu di akhir kata.
Aku mencintaimu,Â
di sela-sela cerpenku.
Wanita itu tidak pernah tahu dia ditaksir oleh lelaki itu. Lelaki itu juga tidak berani bicara, hanya sekadar menulis cintanya di media. Temannya, sesama cerpenis menyadari keanehan itu.
"Tumben kamu nulis puisi? Lagi naksir penyair ya?" Sindir temannya.
"Ehem... ehem.... Iya bro. Cuma, aku gag berani bilang cinta samanya"
Temannya tertawa. "Jadi, ini puisi untuknya?"
"Seperti itu" Dia menjawab perlahan.
Karena telah bersahabat lama, temannya mengambil inisiatif gila. Disampaikanlah puisi itu kepada wanita itu. Tanpa sepengetahuannya.Â
***
Suatu ketika, lelaki itu tampil membacakan cerpen. Di kursi penonton, ada wanita itu. Dia gelagapan. Konsentrasi terganggu. Dia tak menyangka, wanita itu hadir. Seusai gilirannya, wanita itu mendekati.
"Makasih ya Mas, untuk puisinya. Bagus sekali"
"Puuu..ii...sss..iii apa ya?" Dia terbata-bata.
"Ini, puisi yang ini" Wanita itu menunjukkan puisinya. "Sejak kehadiran Mas di setiap acaraku, aku sebetulnya juga menaruh hati sama Mas"
Lelaki itu terdiam, tak bisa berbicara. Di satu sisi dia ingin mengumpat temannya karena telah membocorkan rahasia. Di sisi lain, jantungnya berdegup kencang. Darahnya mengalir deras.
Pertemuan itu menjadi awal peresmian bermulanya kisah cinta mereka. Percintaan para penulis. Mereka menghasilkan dan berbalas karya di media, berbau asmara. Tak ada yang tahu, hanya teman cerpenis itu.
***
Akhirnya, mereka lulus. Dalam ratusan tulisan yang mereka buat, tersirat janji menikah setelah lulus. Dan wanita itu yang membuat undangan pernikahan. Dalam bentuk cerpen.
Alkisah, hiduplah dua insan di sebuah kota. Mereka lelaki dan perempuan. Kendati berbeda jenis, mereka memiliki kesamaan. Sama-sama mencintai literasi. Lelaki seorang cerpenis dan wanita seorang penyair.
Mereka menyukai literasi karena kegundahan. Prihatin akan rendahnya minat baca di negeri mereka. Selain itu, karena cinta juga kepada karya beberapa sastrawan di negeri itu. Lelaki penganut aliran Seno Gumira Ajidarma, sementara wanita penganut aliran Joko Pinurbo.
Pertemuan mereka tak pernah direncanakan. Literasi menyatukan. Cerpenis jatuh cinta dan beberapa kali mendekati penyair, bahkan menuliskan puisi untuknya. Penyair itu tak disangka juga menaruh hati padanya.
Karena mereka tidak punya waktu bercinta, maka kisah asmara dijalin melalui karya. Berbagai tulisan, baik cerpen maupun puisi dihasilkan, guna meluapkan rasa cinta mereka.
Bahkan melalui cerpen ini, mereka berencana mengundang Saudara pembaca untuk memeriahkan peresmian kisah cinta mereka. Rencananya, akan dilaksanakan di gedung fakultas Sastra, pada hari Minggu, 12 Juli 2020, pukul tiga sore.
Besar harapan mereka, Saudara hadir meramaikan.
Pernikahan mereka berlangsung lancar. Dihadiri teman cerpenis dan penyair. Sampai kisah ini dituliskan, kisah cinta cerpenis dan penyair itu semakin harum di penjuru fakultas itu. Banyak adik kelas membacakan karya mereka, yang bersahut-sahutan asmara itu.
...
Jakarta
14 November 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H