Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gelang Emas Sang Penjual Ikan

4 November 2020   17:26 Diperbarui: 4 November 2020   17:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Antara/Rahmad

*Klinting*

Terdengar suara seorang wanita membersihkan ikan. Di kios paling ujung pasar tengah desa itu, dia sibuk mengupas sisik lima ekor ikan Gurame. Pesanan Bu Andi yang diambil nanti siang.

Suara itu, bukan dari pisau yang digunakan. Bukan pula dari receh kembalian di kaleng uang. Melainkan gesekan sejumlah gelang emas di tangannya. Lima belas di kanan, lima belas di kiri.

Dia suka memakai gelang emas. Pikirnya, semua keuntungan penjualan harus ditabung. Disimpan untuk masa depan anak-anak. Karena tidak percaya bank dan tidak bisa menaruh uang di rumah, akhirnya dipilihnya emas. Selalu melekat pada dirinya.

Namanya Bu Susi. Umur tidak muda lagi. Badan tak sekuat dulu lagi. Dia pun pernah berkata pada ketiga anaknya. "Nak, bila ibu tidak ada, gelang ini ibu tinggalkan untuk kalian"

***

Keseharian Bu Susi banyak dihabiskan di pasar. Bukan di rumah, seperti ibu-ibu lainnya. Baginya, pasar seperti surga, sementara rumah layaknya neraka. Bila anak-anak belum pulang sekolah, dia tak berani ke rumah. Pak Didi, suaminya, kejam sekali. Suka memaksa dan memukuli.

Setiap hari minta jatah, dari hasil penjualan ikan. Seorang pengangguran dan gemar bermalas-malasan sepanjang hari. Mengisap rokok dan sering berjudi. Bila kalah, amarahnya dilampiaskan ke istri.

"Mana uang" Malam itu, Pak Didi memaksa lagi. Dia kalah judi.

"Gag ada" Bu Susi menjawab. Dia terpaksa berbohong. Demi tabungan anak-anak. Setiap kali suami memaksa meminta gelangnya untuk berjudi, dia selalu menolak. "Ini bagian anak-anak!"

"Ngapain aja kau seharian, masak tak bawa uang" Pak Didi mengambil sapu lidi. Dipukulkan kencang sapu itu ke arah tangan istrinya. Bu Susi, yang sudah lelah berjualan, berteriak kesakitan. "Arrrrggghh"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun