Di ujung musim penghujan tahun ini, hujan mulai enggan membasahi bumi. Tanah-tanah sudah kelihatan kering permukaannya, sungai-sungai semakin berkurang debit airnya. Matahari sangat gagah memanasi seluruh sudut kota Landung siang ini. Tak terkecuali SMA N 1 Landung, yang berada di pusat kota penghasil tahu krispi.
Jumat itu, anak-anak sekolah sudah memasuki jam istirahat. Karena hari Jumat, seperti biasa istirahat siang dimulai pukul 11.30 dan berakhir pukul 13.00 WIB. Mereka diberi kesempatan untuk menikmati makan siang, sebelum menunaikan ibadah sholat Jumat. Bagi yang beragama Islam.
Sementara bagi yang Kristen, saatnya mengikuti pelajaran agama Kristen. Durasinya hanya sekali dalam seminggu, dari pukul 12.00 hingga 13.00. Satu jam. Bertempat di ruang ujung belakang sekolah, dekat dengan aula.
Kebijakan ini diterapkan sekolah dalam rangka pelaksanaan efisiensi mengajar. Didasarkan pada jumlah murid Kristen yang tidak banyak. Untuk keseluruhan murid tingkat tiga, yang terdiri dari 10 kelas--masing-masing 35 siswa--, tahun ini murid Kristen berjumlah 25 anak, sedikit lebih banyak dibanding tahun lalu yang hanya 20 anak.
Di dalam ruang guru, nampak seorang guru sedang merapikan penampilan. Melihat paras di depan cermin kecil di atas meja, perlahan disisirnya rambut hitam panjangnya dan disiapkannya materi agama yang hendak disampaikan.
Namanya bu Kristin. Dia baru lulus sebagai sarjana pendidikan agama Kristen dua tahun belakangan. Belum lama dia ditugaskan mengajar di sekolah ini. Bulan depan, tepat satu tahun usianya mengajar.
Mengenakan sepatu berhak tinggi dan tas kecil di pinggang, segeralah dia menuju ke ruang di belakang sekolah. Ternyata, kedua puluh lima muridnya sudah menunggu di dalam kelas.
"Selamat siang, bu Kristin" seru mereka serempak memberikan salam.
"Selamat siang, anak-anak. Bagaimana kabarmu hari ini?"
"Puji Tuhan, baik Bu". Jawab mereka.
"Oke. Sebelum memulai pelajaran, Dika, pimpin doa ya." Tunjuk ibu kepada ketua kelas. Lima menit doa dilantunkan dan semua terlihat khusyuk mengikuti. Doa selesai.
"Kita langsung masuk ya ke pelajaran. Coba dibuka bukunya halaman 35." Bermodalkan kapur tulis putih di tangan, ibu menuliskan sebuah persamaan kimia di papan tulis hitam.
HCl + NaOH = NaCl +H2O
"Anak-anak, ada yang bisa membaca ini?"
Andi, yang kebetulan sangat tertarik dengan Kimia, mengacungkan jari. "Saya, Bu. "
"Iya coba Andi, apa bacanya?" Sembari mendengarkan Andi menjawab, ibu mendekati tempat duduknya dan membuka buku penilaian keaktifan. Iya, ibu selalu memberikan nilai tambah bagi anak yang aktif selama pelajaran berlangsung di kelas.
"Asam Klorida dicampur dengan Natrium Hidroksida, menghasilkan Natrium Klorida dan Air." Dengan lantang Andi berucap.
"Tepat sekali. Asam dicampur basa menghasilkan garam dan air. Nah Andi, apa nama lain dari Natrium Klorida?"
"Garam dapur, Bu." Teriak Budi menyela. Budi sepertinya juga ingin mengejar nilai keaktifan itu.
"Betul, Budi. Garam dapur. Kira-kira menurut kalian, apa pelajaran yang bisa dipetik dari garam dapur?" Pertanyaan tantangan diajukan ibu kepada seluruh anak. Mereka diuji untuk berpikir lebih keras.
Seorang siswi bernama Desy di kursi paling belakang memberikan tanggapan. "Garam itu berwarna putih, Bu. Putih melambangkan suci. Jadi, selama hidup, kita harus menjaga kesucian dalam berperilaku." Analogi warna berusaha dibangunnya.
"Pintar sekali, Desy. Iya benar. Kita sebagai makhluk beragama harus menjaga perilaku, hidup suci, dan menjauhi dosa. Seperti putihnya garam itu." Tangannya terlihat menuliskan nilai bagi Andi, Budi, dan Desy. Masing-masing beroleh 70.
"Ada lagi yang bisa menjelaskan pelajaran hidup dari garam dapur?" Ibu melanjutkan pertanyaan. Untuk tantangan kedua ini, para siswa takada yang bisa menjawab.
"Yakin nih, gag ada yang mau dapat nilai?" Kali ini ibu sengaja menawarkan nilai tinggi bagi yang bisa menjawab. Tetap saja, takada yang berujar menanggapi.
"Baiklah, kesempatan mendapatkan nilai ditutup ya. Untuk fungsi selanjutnya, garam memberikan rasa asin dalam setiap masakan, sehingga makanan menjadi tidak hambar dan lezat. Seperti itulah hidup manusia. Wajib memberikan rasa dalam setiap kehadirannya. Menjadi berguna dan bermanfaat positif bagi kehidupan di sekitarnya."
"Selain itu, garam juga berfungsi sebagai pengawet makanan, menjaga kualitas makanan agar tetap baik. Seperti itulah kita, sebisa mungkin mengawetkan kebaikan demi kebaikan, agar hidup di masyarakat bisa berlangsung dengan baik pula."
"Itu ya anak-anak, tiga pelajaran penting dari garam dapur. Dicatat dan diingat, karena ibu pastikan materi ini akan keluar di ujian tengah semester."
"Baiiiiikkk Bu." Seruangan menggema.
"Okelah, berhubung jam pelajaran sudah habis, Dika tutup dalam doa ya." Dika pun memimpin doa penutup. Pelajaran selesai, semua kembali ke kelasnya masing-masing.
...
Jakarta
11 Oktober 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H