Ketika BDR, memang, dirasakan banyak gangguan sewaktu bekerja. Tetapi, itu tidak boleh menggerus loyalitas kita kepada kantor. Sebagai orang yang diupahi kantor, wajib tentunya setia dan patuh pada peraturan kantor bukan?Â
Terdengar idealis sekali ya? Hehehe..., mau bagaimana lagi? Di sisi lain, sebagai seorang yang beragama (semoga tidak terhitung "beragama"), aku sadar selalu ada Mata yang mengawasi semua tindakan di dunia.
Kendati atasan tidak melihat langsung kita bekerja, Mata itu tetap membayangi. Dialah yang nanti meminta pertanggungjawaban, layak benar tidak kita menerima upah dari kantor. Atau, selama ini hanya makan gaji buta?
Loyalitas sebetulnya gampang dilihat. Setidaknya, dari empat hal berikut ini.Â
Tetap bereskah pekerjaan sesuai jadwal?
Dalam bekerja, antaranggota tim kerja, pasti disepakati batas waktu penyelesaian pekerjaan. Ketua tim akan menentukan siapa melaksanakan apa, bagaimana standar kualitas pekerjaan yang diminta, dan kapan dikumpulkan.
Kita dapat dikatakan loyal bila pekerjaan yang dikumpulkan sesuai permintaan dan tidak melebihi batas waktu. Sesekali, bila telah selesai, boleh pula membantu anggota lain untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sekadar membantu ya, bukan menggantikan, hehehe...
Tetap bisa dihubungikah ketika jam kerja?
Selama BDR, tatap muka langsung tidak ada, yang ada hanyalah virtual. Pengawasan jadi sedikit leluasa karena atasan tak bisa sepanjang waktu memantau kita. Ya kali, mantengin laptop mulu sepanjang hari sekadar melihat kita bekerja, bisa pegal itu mata, hehehe....Â
Kendati tidak bertemu dan tidak diawasi, sudah seyogianya komunikasi dan koordinasi harus tetap lancar selama jam kerja. Kita harus bisa dihubungi, karena sepanjang jam tersebut, kita adalah milik kantor.
Masihkah berkontribusi untuk kemajuan kantor?