Cara sederhana dalam menyusun sebuah solusi atas masalah adalah dengan berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dimana, kapan, siapa, dan bagaimana masalah itu bisa terjadi (dalam Bahasa Inggris terkenal dengan istilah 5W1H).
4. Menunggu sampai dipersilakan berpendapat dan berpendapat setelah orang lain selesai berpendapat.
Pernahkan kita dengar orang-orang berpendapat bersamaan dengan isi pendapat yang tidak seragam? Ya, itu layaknya sebuah pasar, dimana hanya kebisingan yang terdengar. Janganlah kita berbicara sebelum dipersilakan, karena itu tidak sopan. Hal ini sama seperti tamu yang tidak boleh masuk ke rumah orang, sebelum sang tuan rumah membuka pintu rumahnya dan mempersilakan tamu masuk.
Di samping itu, berpendapat setelah orang lain selesai berpendapat, efektif mampu membuat pendapat kita jelas didengar orang, sehingga mereka paham dan berhasil menangkap betul akan maksud dan logika yang ingin kita sampaikan.
5. Disampaikan dengan tata bahasa yang sopan dan tidak menyakiti perasaan orang lain.
Pendapat yang bagus akan lebih sempurna lagi apabila disampaikan dengan tutur kata yang sopan dan emosi yang stabil, sehingga dapat didengar oleh pendengar dengan tenang dan mempermudah orang-orang untuk mengerti apa isi pendapat kita.
Langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas perlu dilalui agar pendapat kita sarat makna sehingga tidak dianggap hanya sekedar omong kosong belaka, dan kita dipandang sebagai orang yang beradab dalam berpendapat.
Lebih lanjut, berdasarkan pengamatan penulis selama melihat jalannya diskusi yang terjadi dalam rapat di kantor, sampai dengan menyaksikan perdebatan yang disajikan di televisi nasional, memotong pembicaraan, terutama menyela orang yang sedang berpendapat, adalah sangat menjengkelkan. Mengapa menjengkelkan? Karena di tengah jalan, dia telah memotong alur pikir orang yang sedang berpendapat, dan kebanyakan orang tidak suka akan itu.
Banyak orang tahu tentang hal ini tetapi banyak juga yang tidak melakukannya. Entah itu karena kebiasaan yang sudah mendarah daging atau karena emosi melihat pendapat orang lain tidak sejalan dengan pendapatnya, penulis tidak dapat menebaknya secara tepat. Lebih jauh lagi, penulis memperkirakan setidaknya ada empat alasan yang memungkinkan seseorang memotong pembicaraan orang lain:
1. Orang itu, sang pemotong, terlalu bersemangat sampai menggebu-gebu, sehingga tidak sabar ingin lekas mengutarakan pendapatnya, meskipun itu di tengah pendapat orang yang belum selesai didengarnya;
2. Ada alur pikir yang tergambar dalam pendapat si pembicara yang tidak tepat dengan si pemotong, sehingga si pemotong merasa perlu untuk meluruskannya;