Sementara adab sendiri diartikan sebagai “kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak” (sumber:Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adanya adab dalam berpendapat merupakan suatu wujud penghargaan dan penghormatan terhadap manusia. Sebelum kita bahas dari segi orang yang berpendapat, alangkah baiknya kita tengok adab seorang pemimpin rapat ketika memimpin rapat.
1. Sebisa mungkin beri kesempatan setiap orang yang hadir untuk berpendapat;
Dalam bunyi Pasal 28 UUD 1945, tertulis “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dari sini dapat diartikan bahwa berpendapat adalah salah satu hak asasi manusia. Setiap orang bebas mengeluarkan pendapatnya, dengan tidak memandang apakah pendapat itu penting atau tidak penting, apakah pendapat itu sarat makna atau hanya sekadar basa-basi.
Ada hak, pasti ada kewajiban. Dari dulu, runtutannya yang wajar adalah kewajiban terlebih dahulu dilakukan, barulah layak untuk menerima hak. Di samping manusia berhak untuk berpendapat, ada kewajiban pula yang harus dia lakukan, yaitu bertanggung jawab atas setiap pendapat yang diutarakan.
Ketika dalam rapat, diskusi, musyawarah, atau apalah namanya, yang intinya adalah “rembugan” dalam mencari solusi atas setiap masalah, seluruh orang yang hadir di acara itu tidak ada satupun yang tidak berhak berpendapat. Semua peserta wajib diberikan kesempatan untuk berpendapat, entah itu mereka gunakan untuk berpendapat, atau mungkin hanya diam tanda setuju dengan yang sedang dibahas.
2. Beri konsentrasi penuh dan perhatian kepadanya ketika dia sedang mengutarakan pendapat;
Ya, ini sebuah bentuk menghargai orang yang sedang berpendapat. Sering kita jumpai dalam setiap rapat atau diskusi, ketika seseorang berpendapat, ada beberapa atau segelintir orang tidak mendengarkan dan tidak memberi perhatian, malah disibukkan dengan kegiatan lainnya, bermain smartphone salah satunya (ini pula yang termasuk salah satu teguran Sujiwo Tejo kepada narasumber).Â
Penulis secara pribadi menyayangkan hal ini terjadi, karena itu sangat melukai hati orang yang sedang berpendapat. Perasaan merasa diabaikan dan tidak diperhatikan mungkin menyelimuti hati orang yang sedang berpendapat. Sama ibaratnya dengan ketika kita memberi nasihat kepada anak kita tetapi kita tidak didengarkan, jengkel bukan? Harusnya itu tidak terjadi di dalam rapat, karena penulis yakin, setiap peserta yang hadir adalah orang yang tergolong sudah dewasa, yang bisa mengkondisikan diri secara tepat dalam setiap situasi.
Dari sisi orang yang sedang berpendapat, melihat bahwa orang lain memberi perhatian dan mendengarkan adalah sebuah semangat dan energi positif yang efektif menambah percaya diri si orang untuk menyelesaikan pendapatnya. Hal ini tentunya terlepas dari raut muka si pendengar.Â
Bagaimana cara kita tetap berusaha menyelesaikan pendapat sembari melihat ekspresi wajah pendengar, yang mungkin tersirat seolah-olah tidak setuju dengan kita atau bahkan seperti meremehkan pendapat kita, itu hanya masalah mental. Latihan mental tidak ada yang instan, perlu latihan dan pengulangan terus menerus. Seperti peribahasa mengatakan, “Alah bisa karena biasa”, maka mental pun menjadi kuat karena sudah terbiasa dilatih dan ditempa.
3. Beri waktu untuk dia selesai mengutarakan pendapatnya;