Mohon tunggu...
hony irawan
hony irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Advokasi dan Komunikasi Isu Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan

pelajar, pekerja,teman, anak, suami dan ayah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aroma Ketidakberesan di Kurikulum 2013

13 Desember 2014   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:24 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bingung dan kikuk begitu kesan yang disampaikan Dewi siswa kelas X sebuah SMA Negeri di Jakarta Selatan ketika pertama kali mengikuti pelajaran sekolah di Kurikulum 2013. Kebingungannya terutama karena guru dianggapnya tidak memberi penjelasan yang cukup sebelum memberi tugas. Dan ketika tugas sudah diberikan, menurutnya juga tidak diberi penjelasan yang cukup untuk dapat dipahami dengan baik.

Berdasarkan penjelasannya ada perbedaan mendasar dari cara mengajar guru saat masih di SMP dan sekarang setelah masuk SMA, yang tadinya lebih banyak menjelaskan menjadi terlalu kurang menjelaskan. “Percuma ngasih tugas setumpuk, harus dikerjakan sampai larut malam, kalau akhirnya tidak ada penjelasan yang cukup. Apalagi penilaiannya cuma ini bagus dan ini kurang bagus tanpa dijelaskan mengapa bagus dan mengapa kurang bagus.” katanya menambahkan.

Kebingunan juga dialami oleh Yanti, orang tua tunggal siswa kelas VII SMP negeri di Jakarta, karena setiap hari tidak pernah absen anaknya membawa tugas sekolah yang cukup banyak, dan bahkan melebihi kemampuan sang anak dan dirinya dalam hal penggunaan teknologi komputer dan internet. Hal ini terutama terkait dengan telah diubahnya Teknologi Informasi Komputer (TIK) yang semula menjadi mata pelajaran, menjadi media pembelajaran yang harus sudah dikuasai oleh siswa.

Kebingungan juga dialami oleh Mira, ibu rumah tangga yang putra ketiganya baru masuk sekolah dasar, yang sebelumnya dapat menelusuri perkembangan pelajaran anak-anak lewat buku-buku pelajaran yang dibawa pulang, sekarang dengan metode tematik, buku pelajaran hanya dijadikan semacam pendamping saja.

Kebingungan ternyata tidak hanya dialami oleh siswa dan orangtua, namun juga dialami oleh para guru. Dalam berbagai pemberitaan, meski sudah mengikuti pelatihan selama lebih kurang enam hari, guru-guru nampak masih bingung terutama mengaplikasikan sistim penilaian Kurikulum 2013 yangtidak hanya menilai keterampilan dan pengetahuan, namun juga sikap sosial dan sikap spiritual. Hal lain yang juga menjadi kendala adalah, Kurikulum 2013 ini menuntut kreatifitas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran serta menuntut keterampilan guru dalam mengakses teknologi informasi komputer (TIK).

Hal lain yang juga dirasa mengganjal oleh Iwan, salah satu orang tua siswa SMA Negeri, adalah penjurusan di kelas X yang hanya berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN) SMP. Hal itu dirasa kurang tepat, mengingat dengan seleksi komputerisasi berdasarkan nilai UN tertinggi, batas minimal ditentukan oleh nilai UN para siswa pendaftar 0n-line di suatu sekolah, padahal sekolah tersebut sudah memiliki kuota untuk penerimaan siswa IPA dan IPS. “Sepertinya tidak ada batasan yang jelas seorang siswa bisa masuk jurusan IPA, semua tergantung nilai pasaran tertinggi pendaftar sebuah sekolah dan kuota jumlah siswa kelas IPA. Sehingga siswa yang berminat masuik IPA meski nilai UN SMP nya tidak buruk, tidak dapat masuk karena sekolah tersebut. Harusnya kelas IPA-nya dibuka lebih banyak kalau peminat dan yang memenuhi standar minimumnya lebih banyak.” Katanya. Iwan menambahkan mestinya penjurusan tidak hanya berdasarkan nilai UN dan minat siswa saja, namun ada ukuran yang jelas tentang potensi akademik atau sejenisnya yang memastikan minat siswa tersebut tepat.

Signal adanya ketidakberesan dalam kurikulum 2013, sebenarnya sudah disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Anies Baswedan pada kesempatan pertama memimpin kementeriannya beberapa bulan lalu. Bahkan seperti yang diberitakan Harian SINDO 20 November, Rektor Universitas Paramadina nonaktif itu menyatakan keheranannnya mengapa pemerintah sebelumnya memaksakan kurikulum diberlakukan menjelang akhir periode pemerintahan.

“Kurikulum terlalu dipaksakan. Terburu-buru. Jika ingin segera jalan untuk kepentingan siapa? Buat anak didik atau pejabatnya yang ingin buat peninggalan?” katanya. Lebih lanjut penggagas gerakan Indonesia Mengajar ini menyatakan akan menindak tegas dengan meminta pertanggungjawaban mereka yang memaksakan kurikulum ini berjalan.

Setelah beberapa kali diberitakan melakukan dialog dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk meninjau dan mewawancarai siswa sekolah dan guru, Mendikbud menyayangkan adanya guru yang belum mengerti cara penilaian siswa yang harus dinilai secara deskriptif. Menurutnya penilaian seperti ini hanya bisa dilakukan oleh guru-guru di negara maju dengan jumlah murid setiap kelas hanya 20 orang yang dipandu oleh 2 sampai 3 guru. Sedangkan kondisi di Indonesia, satu kelas terdiri dari 40 orang siswa dipandu oleh seorang guru, bahkan seorang guru dapat merangkap memandu beberapa kelas.

Lebih lanjut menurut Retno Listyarti, selaku pengamat kurikulum yang sejak awal mengkritisi kurikulum 2013 mengatakan bahwa ada ketidaksingkronan antara dokumen silabus, kompetensi dasar dan buku pelajaran. Retno berharap sekolah kembali menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karena kebanyakan guru sudah menguasai materinya terutama karena banyak sekolah yang belum memperoleh buku kurikulum 2013.

Sementara itu Said Hamid Hasan, selaku mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 menekankan bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan RPJMN 2010-2014 dan bukan karena keinginan Mendikbud pada saat itu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada RPJMN pasal 3 disebutkan agar pemerintah menghentikan pembelajaran untuk kelulusan. Dan pada pasal 5 disebutkan bahwa pemerintah harus mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter, siswa belajar, aktif, dan kewirausahaan. Senada dengan yang diungkapkan Retno Listyarti, jika dilihat dari beberapa persoalan yang berkembang, menurut Said Hamid Hasan yang perlu ditinjau pada kurikulum 2013 ini adalah pelatihan guru, buku, silabus dan kompetensi dasar.

Menyadari dampak ketidakpastian kelanjutan kurikulum 2013 yang menimbulkan ketidaktenangan guru dan siswa menjelang Ujian Nasional tahun ini, Mendikbud Anies Baswedan setelah sebelumnya memastikan tidak ingin mengganti kurikulum dan hanya menyempurnakannnya, belakangan malah memutuskan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang baru menerapkan satu semester, dan tetap meminta untuk melanjutkan Kurikulum 2013 untuk 6.221 sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 sejak tahun ajaran 2013-2014 atau tiga semester.

Aroma Kegagalan Kurikulum 2013

Aroma kegagalan Kurikulum 2013 sebetulnya sudah tercium sejak pembagian hasil ujian tengah semester lalu. Pagi itu sekitar 29 orang tua siswa sudah hadir di kelas untuk menunggu dipanggil satu persatu oleh wali kelas dalam pembagian hasil belajar tengah semester sebuah SMA Negeri di Jakarta Selatan. Dari pengamatan penulis berdasarkan sejumlah percakapan terbuka antara wali kelas dan wali siswa ketika penyerahan hasil belajar tengah semester, yang mencengangkan adalah tidak ada satupun siswa yang tidak perlu remedial, bahkan rata-rata sebanyak 4 sampai 6 mata pelajaran harus remedial.

Menjawab pertanyaan seorang wali siswatentang bagaimana nilai rata-rata di kelas ini atau bahkan di seluruh kelas 10 sekarang ini dibanding tahun sebelum diberlakukan Kurikulum 2013, wali kelas menjelaskan bahwa nilai batas minimum adalah 75 untuk semua mata pelajaran, tanpa memberi rincian tentang bagaimana nilai rata-rata kelas dibandingkan dengan standar minimum itu. ibu wali kelas itumenjelaskan bahwa meski kurikulum 2013 lebih menekankan agar siswa aktif dalam belajar namun di sekolah ini guru-guru pro aktif untuk menjelaskan materi-materi kepada siswa.

Penurunan nilai akibat pemberlakuan Kurikulum 2013 nampaknya tidak hanya terjadi di SMA di Jakarta, tapi juga terjadi di tingkat SD, SMP dan SMA di beberapa kota seperti Yogyakarta, Bandung dan seluruh Kota Tanggerang. Seperti diberitakan jpnn.com 13 Oktober 2014, seorang guru di Tangerang mengatakan bahwa hasil ujian tengah semester siswa-siswanya jauh dari memuaskan bahkan dibawah standar kelulusan yang ditargetkan. Alasan utamanya terutama adanya keterlambatan mendapatkan buku, pemahaman guru yang belum maksimal, sarana yang kurang memadai, serta siswa yang belum terbiasa.

Hasil ujian tengah semester yang jauh dari memuaskan ini, menurut dosen Pengembangan Kurikulum STAINU, Muhayar Ibnu Abdul Muqim, menunjukkan bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 belum diaplikasikan secara menyeluruh dan masih menjadi wacana. Menurutnya bisa jadifaktor penyebabnya karena anak yang belum siap dengan jumlah soal yang banyak. Perlu diketahui bahwa pada Kurikulum 2013, pelajarantidak fokus membahas satu tema karena isinya ada IPA, IPS, budi pekerti, matematika dan ekonomi.

Kurikulum 2013

Bila diusut ke belakang, program kurikulum 2013 diprakarsai oleh wapres pada saat itu Boediono dan Mendikbud pada saat itu Muhammad Nuh, dimana pemerintah berpandangan bahwa Indonesia perlu menyiapkan generasi berkualitas melalui peningkatan proses belajar-mengajar yang dilakukan dengan mengubah kurikulum.

Adapun proses pengembangan kurikulum 2013, setelah dilakukan penyusunan di lingkungan internal Kemendikbud yang melibatkan sejumlah ahli dari berbagai disiplin ilmu termasuk sejumlah praktisi, pada 13 Nopember 2012 dipaparkan desain kurikulum 2013 ini di hadapan Wapres Boediono selaku Ketua Komite Pendidikan. Kemudian pada tanggal 22 Nopember 2012 dipaparkan di depan komisi X DPR RI. Selain itu dilakukan pula uji publik untuk mendapatkan masukan masyarakat, salah satunya melalui on-line untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dan ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.

Bila dilihat secara sekilas nampaknya perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)lebih kepada sistim penilaian, namun untukstandar proses pembelajaran nampak adanya kesamaan, namun persoalan yang terjadi nampaknya bukan pada kurikulum namun masalah pelaksanaannya di kelas. Lebih lanjut perbedaan Kurikulum seperti yang diringkas Fatur Thok dalam blog Sahabat Pembelajar sebagai berikut :

Perbedaan Umum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Kurikulum 2013

No.

KTSP

Kurikulum 2013

1.

Penentuan Standar Isi ditetapkan melalui Permendiknas No. 22 Tahun 2006 sebelum ditetapkannya Standar Kompetensi Lulusan (SKL) melalui Permendiknas No. 23 Tahun 2006.

Penentuan Standar Isi sesuai dengan permendikbud No. 67, 68, dan 70 Tahun 2013 ditetapkan setelah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) ditetapkan lebih dahulu lewat Permendikbud No. 54 Tahun 2013.

2.

Kompetensi lulusan menekankan pada aspek pengetahuan.

Kompetensi lulusan meliputi keseimbangan antara aspek sikap/ karakter, keterampilan dan pengetahuan.

3.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun