Bilangan 1 adalah abstraksi dari ‘satu Sapi’ dan bilangan 2 adalah abstraksi dari ‘dua Sapi’. Atau, misal yang lain, adalah abstraksi dari “satu ayam ditambah satu ayam” adalah “dua ayam”.
Dalam cara berhitungnya orang Atoin Meto, mereka menghitungnya dengan membuat pengelompokan yang diberi nama tersendiri. Nama (lambang) tersebut menggambarkan jumlah (biasanya jagung) yang sudah mereka sepakati.
Masyarakat Atoin Meto menggunakan nama: satu ikat, satu tali, satu suku, satu liar, dan satu kuda untuk menggambarkan jumlah hasil panen. Penjelasannya, sebagai berikut:
*Satu ikat= 8 buler jagung.
*Satu tali= 2 Ikat.
*Satu suku= 12 tali.
*Satu liar= 4 Suku
*Satu kuda= 20 ikat atau 10 tali.
Pertama, 1 ikat = 8 buler jagung. Artinya, dalam satu ikat terdiri dari delapan buler jagung
Kedua, 1 tali = 2 ikat. Artinya, dalam satu tali terdapat dua ikat. Dalam 2 ikat jagung terdapat 16 buler jagung, atau satu ikat (8) + satu ikat (8)= 16 buler jagung.
Ketiga, 1 suku = 12 tali. Artinya, dalam satu suku terdapat 12 tali. Dalam 1 suku terdapat 192 buler jagung, atau 16×12= 192.
Keempat, 1 liar = 4 suku. Artinya, dalam satu liar terdapat 4 suku. Dalam 1 liar terdapat 768 buler jagung, atau 192×4= 768.
Kelima, 1 kuda = 20 ikat atau 10 tali. Dalam 1 kuda terdapat 160 buler jagung. Atau 10×16, atau bisa juga 20×8 =160.
* Mengukur jarak dan jumlah jiwa
Mengukur umumnya berkaitan dengan pertanyaan “berapa (panjang, lebar, tinggi, lama, dan banyak)”. Pada masyarakat Atoin Meto, alat ukur yang digunakan sangat bervariasi baik jenis maupun penggunaannya. Misalnya, untuk mengukur panjang dan lebar suatu lahan, masyaratkat Atoin Meto pada zaman dahulu sering menggunakan 5 jingkal (dari ujung ibu jari sampai ke ujung jari telunjuk) orang dewasa untuk ukuran 1 meter.