"Seharusnya kamu bisa lebih mengerti aku, Andi!" teriak Siska, gadis manis berkuncir kuda yang mengelap air mata di pipinya.
Andi hanya menatap Siska dengan pandangan pilu. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Semuanya memang salahnya karena terlalu fokus pada teman-teman nongkrong, bukan Siska, kekasihnya.
"Maafkan aku, Siska," ucap Andi lirih.
Siska tak menjawab, bibirnya masih merengut pertanda jika masih marah. Sesekali ia memilin ujung bajunya dengan kasar untuk meluapkan kekesalan.
"Aku benci kamu Mas, sana main saja sama tanmu tapi dompet dan kunci motor berikan padaku," ucap Siska kesal. Ia berencana meninggalkan kekasihnya tanpa kendaraan dan uang.
"Gak bisa gitu, Sayang," kata Andi sambil memegang  tangan Siska yang berada di atas kunci kontak motor.
"Apa? Berani kamu sama aku?" ujar Siska sambil mengangkat kunci motor  ke atas. Gadis itu hendak melemparnya ke selokan.
"Kamu kenapa sih harus kayak gini? Ingat enggak sama apa yang pernah kamu ucapin dulu? Kalau ada masalah yang diselesain masalahnya, bukan hubungannya." Andi berusaha mendinginkan suasana.
"Aku gak bilang kalau mau udahan, tapi aku hukum kamu supaya gak lupa sama aku," jawab Siska dengan bibir yang bergetar
"Sayang, jangan begini. Aku enggak lupa sama kamu." Andi hendak menyentuh bahu Siska, tapi secepat mungkin perempuan itu menghindar.