Kita asumsikan harga bahan baku naik dikarenakan bahan baku sulit diperoleh  karena kondisi pandemi covid serta adanya perang Rusia–Ukraina. Jadi, perusahaan menghadapi tantangan berat untuk tetap mempertahankan berat yang sama 120 gram coklat pada harga Rp 30.000. Harga tersebut tidak bisa memberikan keuntungan lagi.
Dalam kasus ini perusahaan dihadapkan dua pilihan. Pertama menaikan harga produk dengan tetap mempertahankan kuantitas yang sama. Yang kedua mempertahankan harga jual yang sama tetapi mengurangi kuantitas suatu produk.
Misalnya perusahaan memilih untuk menaikan harga produk.Kenaikan ini akan mempengaruhi pilihan konsumen. Â Kemungkinan konsumen akan memilih produk lain sebagai pengganti dengan harga yang sama. Â
Jadi perusahaan lebih memilih opsi kedua. Yaitu dengan mengurangi kuantitas daripada harga naik. Dengan cara ini kita  membayar Rp 30.000 untuk 110 gram bukan 120 gram. Umumnya pengurangan ini tidak segera disadari konsumen. Hal ini dikarenakan mereka lebih fokus pada harga.
Penyebab Shrinkflation
Ada banyak aspek yang menyebabkan terjadinya shrinkflation. Yang utama adalah kenaikan biaya produksi. Seperti penjelasan  sebelumnya, jika harga bahan mentah naik, kuantitas produk akan dikurangi.Â
Alasan kedua karena persaingan antar supermarket terjadi sangat ketat. Untuk mempertahankan konsumen, Â diupayakan tidak ada kenaikan harga. Perusahaan memilih menggunakan skrinkflatation.
Mengapa kita tidak menyadari ukuran atau berat produk telah menyusut?
Perusahaan biasanya merubah secara total kemasan produk. Diameter, lebar dan panjang kemasan berbeda dengan kemasan lama.
Klaus Wertenbroch , Marketing Professor dari INSEAD mengatakan ketika ada perubahan kemasan dalam bentuk multi dimensi, konsumen sudah tidak dapat  melacak ukuran sebenarnya. Semakin banyak yang dirubah, semakin susah untuk dilacak.
Kiat  mengalahkan  Shrinkflation