Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menekan Dominasi Islam Ekstrimis di Indonesia

2 November 2019   11:54 Diperbarui: 2 November 2019   12:06 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum memulai tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa poin penting yang memang harus saya tuliskan guna menghindari mis-persepsi dari pembaca. 

Pertama, tidak ada unsur provokasi dalam tulisan ini. Kedua, dalam membahas tema kali ini, saya berusaha untuk objektif. Ketiga, apa yang saya paparkan dalam tulisan ini merupakan sebuah fakta yang tidak bisa dikesampingkan. Keempat, tulisan ini tidak bersifat komersil, eeaakkk.

Keputusan Menteri Agama Fachrul Razi tentang pelarangan penggunaan cadar di instansi pemerintah, menurut saya sudah tepat. Bagaimana bisa? Kenapa? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan muncul, terlebih dahulu saya menjeaskan penggunaan cadar secara historis, yang sebenarnya sudah sering saya bahas.

Seperti yang kita ketahui, Middle Earth atau yang bisa dikenal dengan Timur Tengah, memiliki kondisi geografis yang kebanyakan terdapat gurun pasir. 

Pada zaman dulu, belum ada manusia di Middle Earth yang menggunakan masker seperti yang biasa kita pakai saat ini. Maka dari itu, fungsi cadar pada zaman dahulu adalah sebagai pelindung wajah karena di sana banyak terdapat padang pasir yang otomatis terdapat banyak debu. Cadar digunakan agar pernafasan manusia Middle Earth tidak terganggung, melindungi wajah mereka agar tidak kotor. 

Begitu juga dengan sorban. Sorban digunakan oleh kaum lelaki Middle Earth untuk melindungi kepala mereka, agar rambut mereka tidak terkena pasir. Jika menelisik lebih jauh lagi, penggunaan cadar dan jilbab sudah dilakukan oleh penganut agama sebelum Islam, Ortodoks misalnya. Penganut Ortodoks juga melakukan sembayang (persis seperti sholat), melakukan puasa, serta ada banyak ajarannya yang diadopsi oleh Islam. 

Stigma cadar jika dikaitkan dengan penutup aurot, menurut saya tidaklah tepat. Kenapa? Silahkan kalian lihat sendiri penari Belly Dance atau tari perut, rata-rata dari mereka menggunakan cadar yang sudah dimodifikasi untuk menunjang penampilan.

Kemudian saya akan membawa pembaca untuk kembali berpikir tentang degradasi budaya Nusantara pasca masuknya Islam di Indonesia. Dalam cerita Nusantara, tepatnya Jawa, ketika Sabdo Palon melakukan genjatan senjata dengan Syekh Subkhair, Sabdo Palon memberikan syarat kepada Syekh Subkhair agar bisa mensyi'arkan Islam di tanah Jawa yang salah satu syaratnya berisi, "Jangan sampai Orang Jawa kehilangan Jawanya". 

Maksud dari Sabdo Palon saat ini telah terlihat dengan nyata, orang-orang Jawa lambat laun meninggalkan tradisi serta budaya yang sudah ratusan tahun dilestarikan karena terdoktrin oleh ceramah Ustadz yang tidak memahmai secara menyeluruh tentang Islam. 

Lihatlah, salah satunya yaitu budaya ataupun tradisi seperti sedekah bumi dipandang syirik, menduakan Allah. Tulisan ini akan sangat panjang jika saya menjelaskan perihal sedekah bumi atau tradisi Jawa yang lainnya, maka dari itu, perihal sedekah bumi saya jadikan sebagai contoh saja dalam tulisan ini.

Degradasi warisan leluhur Nusantara tidak berhenti pada sedekah bumi. Tari-tarian, tembang-tembangan, hingga busana warisan leluhur hingga saat ini masih mengalami penekanan dari mereka yang ngakunya paling beriman. 

Coba kalian perhatikan, misalnya dalam acara resepsi pernikahan, mempelai wanita sekarang sudah memadukan jilbab untuk busana pernikahan mereka, ini salah satu contoh betapa budaya atau tradisi Nusantara semakin mendapatkan tekanan dari agama.

Perihal degradasi budaya Nusantara tidak lepas dari fenomena hijrah yang saat ini semakin banyak diminati oleh orang-orang awam yang merasa lebih benar dari golongan lain. 

Mereka gampang mengkafirkan, membid'ahkan, memberi nilai serta menghakimi kepercayaan orang lain tanpa tahu 'seluk-beluk' dari agama lain. Mereka rata-rata mengatakan bahwa agamaku benar, agamamu salah. Fenomena hijrah memang tidak sah-sah saja selagi tidak keluar dari koridor yang berlaku dan bersifat final, Pancasila sebagai dasar negara misalnya. 

Lalu di dalam fenomena itu juga timbul fenomena lain, salah satunya komunitas Indonesia Tanpa Pacaran. Jika dilihat secara kasat mata, tujuan dari komunitas itu sudah benar, yaitu meminimalisir hubungan seks di luar nikah yang mereka sebut dengan zina. Tapi tahukah kalian? Di dalam komunitas itu sendiri juga terdapat komersialisasi. 

Anggota diwajibkan membayar sekian 'perak' untuk mendapatkan jasa maupun produk dari komunitas itu. Coba pikir, betapa anehnya mereka yang mengkutuk sistem buatan Yahudi/kafir (baca: Kapitalisme), tetapi mereka sendiri hidup di zaman Kapitalisme yang semuanya dinilai dengan materi, penawaran produk berkomeril di dalam komunitas Indonesia Tanpa Pacara misalnya.

Fenomena hijrah tidak lepas dari doktrin golongan ekstrimis Islam yang menginginkan Khilafah serta menggunakan sistem pemerintahan Islam. Pernyataan saya ini bukan omong kosong, dalam buku yang berjudul "Balada Jihad Aljazair" sudah dipaparkan secara rinci, diberikan bukti yang sangat nyata tentang pergerakan aliran Wahabi melalui Ikhwanul Muslimin di Mesir. 

Sebagai bahan informasi, saya sangat merekomendasikan buku itu karena buku itu ditulis langsung oleh orang yang berada di sana dan tergabung ke dalam salah satu fraksi yang justru melenceng dari Islam. 

Di dalam buku itu dijelaskan doktrin bahwa jika melakukan X akan mendapatkan ganjaran 2x lipat, seperti halnya di Indonesia yang jika melakukan Z makan akan mendapatkan 72 bidadari di surga kelak. 

Penulis buku itu juga membantah doktrin bahwa "Demokrasi adalah sistem yang bertentangan dengan Islam". Di Middle Earth sendiri, banyak sekali Ulama yang justru berkata bahwa Demokrasi selaras dengan Islam.

Saya sendiri setuju dengan kebijakan Menteri Agama, Fachrul Razi, yang mengatakan akan menindak tegas pegawai yang memakai cadar dan bercelana cingkrang. Kenapa? Karena memang pada faktanya, setiap instansi memiliki aturannya sendiri dalam urusan pakaian kerja karyawannya. 

Jika kalian tidak setuju dengan aturan yang sudah final, ya memang seharusnya kalian mencari instansi lain yang sejalan dengan fashion kalian. Lagi pula, untuk apa memakai cadar di ruangan ber-AC? Di dalam ruangan ber-AC tentunya minim debu, polusi, berbeda dengan iklim di Middle Earth yang sewaktu-waktu terjadi badai pasir.

Hemat saya, gunakanlah cadar seperlunya saja. Misalnya ketika cuaca sangat terik dan kalian (wanita) sedang berada di luar ruangan, silahkan pakai cadar kalian untuk melindungi wajah serta saluran pernafasan kalian. Di dalam 4 mazhab Islam sendiri, terdapat pernyataan yang saling membantah, saling mendukung, dan yang masih bersifat abu-abu. 

Coba perhatikan Najwa Shihab, ayahnya seorang Ulama terkemuka, ilmu agamanya sudah luas, tetapi ayahnya tidak melarang atau menghukum putrinya karena tidak menggunakan jilbab dan cadar. Atau, jika kalian sedang berkunjung di kota saya, Pekalongan, silahkan sowan ke kediaman Habib Luthfi bin Yahya, silahkan lihat sendiri apakah istri beliau menggunakan cadar? 

Jilbab yang sesuai dengan fenomena hijrah? BIG NO! Islam datang ke Indonesia tentunya harus menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat Indonesia, tidak dibenarkan Islam semakin mendominasi dengan menghilangkan budaya serta tradisi yang ada di Indonesia. karena apa? Ingat! Islam sangat membenci penindasan. Lalu, disebut apakah atas degradasi warisan leluhur nusantara? Jihad? BIG NO! Itu namanya penindasan dalam hal budaya serta keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun