Mohon tunggu...
Heni Kurniawati
Heni Kurniawati Mohon Tunggu... Penulis - Visit my personal blog, tulisanheni.blogspot.com

A woman who likes writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maryam

21 September 2012   01:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa, Maryam? Kamu serius?"

"Ya, De. Aku akan menjadi istri keduanya. Kepulanganku adalah untuk dipertemukan dengan anak dan istrinya. Kami akan menikah dan bersama-sama membesarkan perusahaannya."

Aku menggeleng, tidak percaya pada apa yang baru saja dikatakan Maryam.

"Istri kedua, Maryam? Kenapa harus pria 52 tahun dan kenapa harus istri kedua?" tanyaku beruntun.

"De...!" nada suaranya meninggi.

"Sejak meninggalkan kota ini aku sudah kehilangan cinta sejatiku. Satu-satunya pria yang aku cintai dalam hidup ini adalah Andre dan aku telah meninggalkannya. Cintaku telah terkubur di kota ini. Aku sudah tidak memiliki sisa cinta yang akan kuberikan pada pria lain. Aku tidak pernah sanggup mencintai orang lain, De, tidak selain Andre. Jadi siapapun dia, aku tidak peduli. Yang penting aku merasa nyaman bersamanya, terlindungi, disayangi, dan dipahami."

Ia menghabiskan orange juice-nya. Kiranya ia sedang menenangkan hatinya yang bergejolak.

"Maryam, maafkan aku. Kalau saja aku tahu ikatan cinta antara kalian begitu kuat, aku tidak akan memintamu meninggalkan Andre."

"Sudahlah, De. Kita tidak pernah tahu siapa yang akan mendampingi hidup kita. Bukankah jodoh, rizki, dan maut sepenuhnya adalah hak Sang Maha Pencipta?"

"Tapi Maryam, akan ada seseorang yang tersakiti."

Seketika aku teringat pada ibu. Sejak dulu ibu dan ayah sering bertengkar. Setelah itu rumah hanya menjadi persinggahan untuk melepas penat di malam hari bagi ayah. Tak ada lagi kehangatan sebuah keluarga. Yang ada hanya kehampaan. Diam dan sunyi. Setiap orang larut dengan aktivitasnya sendiri-sendiri. Cinta kasih telah menjadi kenangan yang hanya sesekali perlu dilihat ulang. Kerinduan akan hadirnya anak laki-laki yang akan menjadi penerus bisnis ayah telah mengubahnya menjadi sosok asing di rumah kami. Dan ketidakmampuan ibu untuk memberinya anak laki-laki selalu menjadi alasan utama pertengkaran mereka. Beberapa bulan ini ayah bahkan meminta izin untuk menikah lagi. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi setiap hari karena ibu tak memberinya izin. Ini tidak adil buat ibu. Kenapa harus ibu yang disalahkan? Bukankah anak adalah pemberian Tuhan? Bukankah ibu tidak bisa memaksa Tuhan untuk memberinya anak laki-laki? Dan sekarang Maryam akan menjadi istri kedua? Akankah ia menjadi duri dalam rumah tangga seseorang? Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya hati istri calon suami Maryam. Pasti sama pedihnya dengan hati ibu. Perempuan mana yang mau diduakan dengan perempuan lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun