Adhitya Mulya, sosok ayah dari dua orang anak ini adalah salah satu orang yang berpengaruh dalam menyebarluaskan pola asuh yang baik terhadap anak dengan menulis novel berjudul Sabtu Bersama Bapak. Penulis novel popular yang hidup dalam keluarga mapan ini memiliki prinsip ‘never lose your temper’ dalam mendidik anak-anaknya. Adhitya Mulya merupakan seorang ayah yang tidak mendukung kultur dalam masyarakat yang mengatakan bahwa beban keluarga dititikberatkan pada anak sulung. Hal tersebut Ia tuliskan dalam novelnya seperti berikut.
“Menjadi panutan bukan tugas anak sulung—kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orang tua—untuk semua anak.” (hlm. 106).
Dalam pemikirannya, setiap anak memiliki beban dan tugas yang harus ditanggung masing-masing agar kelak anak-anaknya menjadi pemimpin yang baik dalam keluarga. Selain itu, menurutnya, orang tua lebih baik memposisikan diri terhadap usia anak-anak dan kondisi mereka. Seperti halnya, menjadi teman di saat anak butuh teman bermain dan menjadi orang tua saat anak-anaknya membutuhkan nasihat. Adhitya Mulya adalah ayah dan suami yang hangat dalam keluarganya, dan hal inilah yang melatarbelakangi terciptanya novel berjudul Sabtu Bersama Bapak.
Karya tulis berjudul Sabtu Bersama Bapak memiliki tema kekeluargaan atau secara lebih sempitnya adalah pola asuh yang baik terhadap anak. Tema ini dapat dilihat dalam salah satu nasihat Pak Gunawan kepada anaknya sebagai berikut,
“Attitude baik kalian tidak akan terlihat oleh perusahaan karena mereka sudah akan membuang lamaran kerja kalian jika prestasi buruk. Prestasi akademis yang baik bukan segalanya. Tapi memang membukakan lebih banyak pintu, untuk memperlihatkan kualitas kita yang lain.” (hlm.51).
Selain itu, buku ini dibumbui dengan tema percintaan, yaitu tentang Cakra yang sedang bimbang mencari jodoh dan akhirnya jatuh cinta kepada wanita cantik bernama Ayu. Tema percintaan ini dapat tergambar dari kalimat berikut,
“Dalam hati, Ayu berdoa agar pria di depannya tidak menyatakan cinta mala ini. Dia tidak butuh tambahan masalah. Salman baru saja menyatakan cinta akhir minggu ini.” (hlm. 172).
Buku ini tergolong dalam karya fiksi, karena tokoh dan cerita tidak berdasarkan pada kisah nyata. Keunikan yang membedakan isi novel ini dari novel yang lain adalah tentang cara mendidik anak yang dilakukan oleh Gunawan Garnida, pemeran utamanya. Gunawan membesarkan anak-anaknya dengan warisan yang sangat berharga berupa kumpulan video tentang nilai-nilai kehidupan dan pengalamannya.
Novel Sabtu Bersama Bapak memiliki sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini teridentifikasi dari cara bercerita penulis yang menggunakan nama orang, kata ganti dia, dan mereka, seperti yang terdapat pada kutipan,
“Ibu Itje selesai mengirim SMS kepada Cakra. Dia meletakkan HP-nyadi atas nakas ranjang.” (hlm. 107).
Novel berlatarkan tahun 1991-2016 ini dituliskan dengan alur campuran yang mengisahkan cerita secara berurutan sampai tiba pada waktu dimana tokoh mengingat kisah masa lalunya kemudian melanjutkan kisahnya kembali. Cerita dimulai pada tahun 1991 kemudian cerita berlanjut ke tahun 2016 lalu sampai pada alur di mana para tokohnya memasuki alur mundur.
“Gunawan memeriksa setting waktu dalam handycam itu dan memastikan tanggalnya benar, 27 Desember 1991.” (hlm.2).
“Minggu sore pada pertengahan September,2016.” (hlm. 23). Dapat dilihat pula pada sub bab halaman 84 yang berjudul “Enam Tahun Lalu”